Senin 02 Jul 2018 16:29 WIB

PPDB Masih Diwarnai Pungli dan Manipulasi SKTM

SKTM ini sangat rawan dimanipulasi karena dapat dibuat dengan mudah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah calon peserta didik bersama orang tuanya mengikuti proses verifikasi berkas administrasi akademik dan non akademik di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (2/7). Hari ini mulai dilakukan verifikasi berkas bagi PPDB sistem Zonasi.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Sejumlah calon peserta didik bersama orang tuanya mengikuti proses verifikasi berkas administrasi akademik dan non akademik di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (2/7). Hari ini mulai dilakukan verifikasi berkas bagi PPDB sistem Zonasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) kembali membuka posko pengaduan dan melakukan pemantauan selama proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Tahun ini, JPPI masih menemukan maraknya manipulasi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan pungutan liar.

Menurut Koordinator Nasional Ubaid Matraji, kasus seperti ini sebenarnya sudah terjadi pada tahun lalu. Tapi tampaknya pemerintah tidak kunjung merevisi aturan.

"Masih saja SKTM diperbolehkan untuk dijadikan siswa masuk kuota miskin. Padahal, SKTM ini sangat rawan dimanipulasi karena dapat dibuat dengan mudah. Harusnya, untuk menunjukkan keterangan tidak mampu, bisa dengan menunjukkan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH), atau Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)," kata Ubaid kepada Republika, Senin (2/7).

Dia mengatakan, di beberapa daerah antusiasme pendaftar yang menggunakan SKTM terbilang cukup tinggi yakni mengisi kuota 20 persen bagi anak miskin. Berbeda jika dibandingkan dengan daerah lain yang melarang SKTM, tapi mengharuskan menggunakan KIP atau PKH, justru sepi peminat, seperti terjadi di daerah Kalimantan Timur.  

(Baca: Warga Banjiri Posko Pengaduan PPDB)

Sementara itu, terkait temuan pungli dan jual beli kursi, JPPI juga menemukan praktik pungli dan jual beli kursi dapat dilakukan selama proses berlangsung sebelum pengumuman PPDB. "Ya betul, (praktik pungli dan jual beli kursi) bisa dilakukan sebelum mendaftar, saat pendaftaran awal, dan bahkan saat proses daftar ulang," jelas Ubaid

Dia mengambil contoh, di salah satu SDN di Gresik pungli dilakukan dengan alasan bantuan perbaikan fasilitas sekolah. di daerah lain, ada juga dengan berbagai alasan berbeda, seperti biaya LKS, seragam, buku, dan lain-lain.

Padahal menurut dia, pungutan seperti ini sudah jelas dilarang dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang larangan sekolah menyediakan atau menjual peralatan sekolah, baik itu seragam, buku dan lain-lain. Sedangkan jual beli kursi, dilakukan dengan dua model sistem pendaftaran: dalam daring dan luar daring.

"Jika tak terpenuhi melalui online, bisa ditempuh dengan jalur offline, di situlah angka bisa dipasang. Padahal, berdasarkan Permendikbud No.14 Tahun 2018 tentang PPDB jelas harus menggunakan salah satu sistem, bukan dua-duanya digunakan," ungkap dia.

Karena itu dia meminta agar semua oknum yang terlibat dalam pungli dan jual beli kursi ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Dia pun mendorong agar masyarakat bisa berpartisipasi aktif dalam mengawasi proses PPDB.

"Tanpa ada laporan dari masyarakat dan orang tua murid, kecurangan PPDB akan terus terjadi dan reproduksi. Untuk itu, partisipasi masyarakat dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas selama proses PPDB sangat diperlukan," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement