Sabtu 23 Jun 2018 09:52 WIB

Sekolah di Banyumas Hampir Seluruhnya Terapkan Sistem Zonasi

PPDB tetap pertimbangkan faktor nilai siswa dan faktor jarak rumah dan sekolah.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Esthi Maharani
Warga mencari informasi tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kantor Disdikpora Yogyakarta, Jumat (22/6).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Warga mencari informasi tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kantor Disdikpora Yogyakarta, Jumat (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Penerimaan peserta didik baru (PPDB) untuk tingkat SD dan SMP di Kabupaten Banyumas, hampir sepenuhnya menerapkan sistem zonasi. Hal ini terungkap dari brosur PPDB Banyumas 2018, yang disebarkan pihak Dinas Pendidikan setempat.

Berdasarkan brosur tersebut, penerimaaan siswa baru yang ditentukan berdasarkan jarak terdekat, ditetapkan sebesar 90 persen dari kuota siswa baru masing-masing sekolah. Melalui sistem ini, maka nilai UN siswa SD, sama sekali tidak dipertimbangkan.

Sisanya, sebanyak 5 persen baru dipertimbangkan berdasarkan prestasi yang diukur berdasarkan nilai NEM dan piagam penghargaan, dan 5 persennya lagi dipertimbangkan berdasarkan kondisi sosial keluarga calon siswa baru, seperti merupakan korban bencana alam maupun bencana sosial.

Sistem penerimaan siswa baru yang hampir sepenuhnya menggunakan sistem jarak terdekat ini, banyak dikeluhkan orang-orang tua yang anaknya meraih nilai NEM cukup tinggi namun tinggal di lokasi jauh dari sekolah favorit. ''Kalau sistemnya begini, saya lebih baik mendaftarkan anak saya ke SMP swasta saja,'' kata Teti (37), warga Desa Sidamulih Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas.  

Menurutnya, sebelum pelaksanaan UN, anaknya telah belajar sangat keras agar bisa mendapat nilai UN yang cukup baik. Dengan nilai UN yang baik, anaknya berharap bisa sekolah di SMP favorit yang ada di Purwokerto.

''Namun model PPDB seperti ini, nilai UN cukup baik yang diperoleh anak saya, sudah tidak ada gunanya. Akan sulit bagi anak saya untuk bisa masuk sekolah favorit di Kota Purwokerto, karena jarak rumah ke Purwokerto sudah cukup jauh,'' katanya. 

Dia mengaku, di wilayah kecamatannya memang ada sekolah negeri. Namun dia mengaku tidak ingin anaknya sekolah di sekolah tersebut, karena selama ini dinilai tidak memiliki prestasi menonjol pada lulusannya. ''Saya akan cari sekolah swasta saja. Tentunya, yang kualitas pendidikannya sudah cukup dikenal baik,'' katanya.

Di wilayah eks Karesidenan Banyumas, sistem PPDB yang hampir sepenuhnya menerapkan sistem zonasi atau jarak terdekat ini, hanya diterapkan di wilayah Kabupaten Banyumas. Sementara untuk Kabupaten Cilacap dan Purbalingga, masih mengkolaburasi nilai hasil UN dan jarak rumah dari sekolah yang dipilih.

Kepala Dinas P dan K Kabupaten Cilacap, Warsono, sistem PPDB di wilayahnya pada tahun ini masih mengacu sistem tahun 2017. Selain mempertimbangkan aspek jarak lokasi rumah dan sekolah yang dipilih, juga masih mempertimbangan usia dan nilai.

Bahkan bila di lapangan ada sekolah yang berkreasi dengan membuat skoring untuk masing-masing zonasi, pihaknya tidak akan mempermasalahkan. Yang penting, tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku. ''Misalnya, skoring rumah yang dekat sekolah mendapat skor 5, dan yang agak jauh diberi skor 1. Itu teknis di lapangan. Prinsipnya, anak-anak kita yang ada di lingkungan sekolah harus diprioritaskan untuk diterima,'' jelasnya.

Demikian juga di Kabupaten Purbalingga, Kepala Dinas Pendidikan  setempat, Subeno, menyatakan PPDB di daerahnya tetap mempertimbangan dua faktor, yakni faktor nilai siswa dan faktor jarak rumah dan sekolah.

Karena itu, dia meminta para orangtua calon siswa proaktif menanyakan informasi resmi dari sekolah mengenai sistem PPDB yang diterapkan. Antara lain, seperti pertimbangan tambahan nilai jika mendaftar di sekolah yang dekat dengan rumah dan yang jauh.

''Dengan memahami mekanisme tahapan pendaftaran dan pertimbangan kriteria yang diterima, orangtua tidak akan salah informasi dan salah paham,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement