Rabu 25 Apr 2018 18:02 WIB

KPAI Prihatin Kasus Kelebihan Beban Server UNBK

KPAI menerima laporan dari orangtua bahwa keterlambatan mencapai 3,5 jam.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listyarti menyampaikan keprihatinan atas kendala server yang terjadi saat pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kasus server ini mengakibatkan keterlambatan UNBK di berbagai sekolah. 

"Kami menyampaikan keprihatinan atas kasus server Kemdikbud untuk UNBK yang mengalami masalah di hari pertama UNBK SMP/MTs sehingga mengakibatkan keterlambatan UNBK di berbagai sekolah," ujar Retno di Jakarta, Rabu (25/4).

Menurut Retno, keterlambatan tidak sekadar 30 menit seperti disampaikan para pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dia mengatakan KPAI menerima laporan dari orangtua yang anaknya mengikuti UNBK SMP, keterlambatan mencapai 3,5 jam.

Ujian sesi satu yang seharusnya dimulai jam 7.30 molor hingga pukul 11.00 WIB. Akibatnya sesi dua dan tiga juga molor waktunya. Sesi tiga berakhir ujian sekitar pukul 18.00 WIB.

"Tentu saja anak-anak kelelahan menunggu dan berdampak pula psikologis anak-anak."

KPAI menyayangkan penjelasan beberapa pejabat Kemdikbud yang menyatakan bahwa server Kemdikbud bermasalah karena kelebihan beban. Sebab, peserta UNBK SMP sudah diketahui melonjak hingga 100 persen, yaitu mencapai 4,3 juta peserta.

"Kalau sudah tahu peserta UNBK melonjak drastis, mengapa Kemdikbud tidak mengantisipasi dari awal, sehingga server anjlok mestinya tidak terjadi,” kata dia. 

KPAI mendukung upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk kualitas ujian nasional, namun upaya-upaya tersebut harus memiliki perspektif anak. Potensi dampak psikologis anak harus menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.

Keempat, KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah memenuhi delapan standar nasional pendidikan, terutama standar sarana dan prasarana serta standar pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga proses pembelajaran High Order Thinking Skills atau HOTS dapat dilaksanakan di berbagai sekolah.

"Sehingga kalau proses pembelajarannya sudah HOTS maka adil jika soalnya juga HOTS. Pemerintah jangan berpikir bahwa meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan kesulitan soal, bukan meningkatkan kualitas pendidik dan sarana prasarana pendidikan yang merata di seluruh Tanah Air," papar Retno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement