REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Ravik Karsidi menilai, pendekatan keilmuan yang monodisiplin tidak lagi relevan dengan masalah yang ada di masyarakat. Menurut dia, ahli teknis juga harus memahami ilmu-ilmu sosial.
"Monodisiplin itu tidak menyelesaikan masalah. Tapi kalau soal aturan linier itu kan hubungannya dengan promosi jabatan bagi dosen. Mulai dari asisten, terus jadi lektor, lektor kepala dan seterusnya," jelas Ravik di Gedung Kemenristekdikti, Selasa (17/4).
Karena itu, jika aturan linieritas bagi dosen pendidikan tinggi akan dihapus, dia meminta, pemerintah tetap mengatur agar dosen yang akan mengajar harus sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Selain itu, untuk memudahkan pengklasifikasian keahlian dosen, diharapkan dosen-dosen adalah lulusan dari jurusan yang saling berkaitan ataupun ada kemiripan.
"Misalnya ada seseorang lulus strata satu (S1) dengan jurusan Ekonomi, lalu melanjutkan strata dua (S2) jurusan manajemen industri, itu kan sama-sama (berkaitan). Dosen juga mesti sesuai keahlian, sosiolog tidak bisa mengajar matematika," tegas dia.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir memastikan akan segera mencabut peraturan menteri yang menjadi penghambat pengembangan inovasi, fleksibilitas dan mutu perguruan tinggi. Seperti halnya aturan nomenklatur pengembangan kreativitas perguruan tinggi, pemberian gelar, dan linieritas.
"Soal linier, katakanlah S1-nya A, S2 B, S3 C, tergantung dia peminatan di bidang ilmu pengetahuan mana, enggak bisa kita batasi. Kalau itu dibatasi, ilmu tidak berkembang, itu akan kita cabut semua," kata Nasir