Senin 15 Jan 2018 07:45 WIB

Dorong Mutu Pendidikan, Perlu Revolusi Pembelajaran

Dari kanan ke kiri, Dr Jaka Warsihna (sekum ib), Dr Awaluddin Tjalla (kapuskurbuk), Dr M Zain (kepala lektur keagamaan kemenag),  Dr Zulfikri Anas (direktur iib), dan Afrizal Sinaro (ketua Dewan Pertimbangan Ikapi DKI).
Foto: Dok IB
Dari kanan ke kiri, Dr Jaka Warsihna (sekum ib), Dr Awaluddin Tjalla (kapuskurbuk), Dr M Zain (kepala lektur keagamaan kemenag), Dr Zulfikri Anas (direktur iib), dan Afrizal Sinaro (ketua Dewan Pertimbangan Ikapi DKI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARRTA -- Tidak dapat kita pungkiri bahwa semua potensi dan sumber daya yang ada di alam dan kehidupan ini adalah rahmat yang tak terbatas dari Allah SWT.  Namun rahmat menjadi tidak berkah apabila semuah rahmat itu tidak mendapat sentuhan manusia. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diberikan bekal kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan ke arah yang lebih baik.

Hal itu terungkap dalam sebuah diskusi informal Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) Dr Muhammad Zain dan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk), Balitbang, Kemdikbud, Dr Awaluddin Tjalla, di Jakarta, Jumat (12/1).

Diskusi itu juga melibatkan  Zulfikri Anas (staf senior Puskurbuk, dan direktur Institute Indonesia Bermutu), Afrizal Sinaro (direktur utama Penerbit Al Mawardi Prima dan direktur PT Indonesia Bermutu Global (IBG)), dan Dr Jaka Warsihna (pejabat fungsional peneliti di lingkungan Puskurbuk).

Pertemuan informal ini merupakan wujud silaturahim untuk  membangun sinergi dan kolaborasi antara Puskurbuk, Balitbang Kemdikbud  dengan Puslitbang Lektur Keagamaan, Balitbang Kemenag dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini.

“Ketika rahmat itu mendapat sentuhan dari manusia, di stulah kita semua mendapat berkahnya. Untuk itu, kita perlu melakukan revolusi pembelajaran yang selama ini dominan bersifat instruksi lebih kepada pemberdayaan yang mendorong setiap anak untuk menemukan berkah di balik rahmat yang ada. Salah satu upayanya adalah dengan menerbitkan buku-buku yang bermutu yang benar-benar mengembangkan pola pikir, daya nalar, adan kemampuan menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan,” ungkap Dr  Muhammad Zain dalam rilis Indonesia Bermutu (IB) yang diterima Republika.co.id, Sabtu (13/1).

Hal senada diungkapkan Awaluddin Tjalla.  “Negeri ini juga terkenal dengan mahakarya yang luar biasa dari para pendahulu kita. Apabila naskah-naskah tersebut diterbitkan ulang, atau disajikan dalam bentuk buku-buku digital, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa dunia pendidikan kita kaya dengan sumber-sumber bacaan yang bermutu,”,  ujar  Awaluddin Tjalla.

Ia menambahkan, sinergi antara Puskurbuk dan Puslitbang Lektur Keagamaan bisa menjawab berbagai persoalan tentang referensi-referensi keagamaan dan ilmu pengetahuan yang bermutu. “Mudah-mudahan dengan cara itu, berbagai persoalan terkait buku-buku pelajaran dapat diatasi. Tidak adalagi buku-buku yang meresahkan,” tegas Awaluddin.

Afrizal Sinaro mengemukakan, Kemenag bisa bekerja sama dengan penerbit-penerbit buku Islam Indonesia untuk menerjemahkan karya-karya ulama tempo dulu dan menerbitkan kembali sebagai bahan pustaka yang bermutu bagi pelajar, santri dan mahasiswa di perguruan tinggi Islam.

 

Sejumlah ulama tempo dulu asal Indonesia yang mendunia, antara lain  Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syeikh Sulaiman Al-Rasuli al-Minangkabawi, Syeikh Sayyid Ustman Betawi, Syeikh Muhammad Khalil al-Maduri, Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Muhammad Muchtar al-Bughuri, Syeikh Abdul Hamid Asahan. “Mereka semua menulis buku-buku Islam yang bermutu, yang masih relevan hingga saat ini,” ujar Afrizal yang juga ketua Dewan Pertimbangan Ikapi DKI Jakarta.

Sebagai pejabat fungsional peneliti di lingkungan Puskurbuk,  Jaka Warsihna menegaskan,  para peneliti belum begitu banyak kontribusinya terhadap penyediaan bahan-bahan belajar bagi para siswa.  Jika buku-buku atau naskah-naskah kuno yang ditulis dalam berbagai bahasa bisa diterjemahkan dan dijadikan buku digital, maka kelangkaan sumber-sumber belajar akan dapat teratasi.

 

“Ini merupakan bagian dari penguatan karakter, yaitu belajar memahami dan meneladani para ulama pendahulu kita. Mereka telah berhasil membangun pondasi dengan baik, jangan sampai pondasi itu menjadi lemah akibat kurang pahammnya anak-anak sekarang dengan para pendahulu mereka,” tutur Jaka Warshina yang juga sekretaris umum Indonesia Bermutu.

Zulfikri Anas mengatakan, bila dilihat dari sudut pandang dimensi waktu, antara kehidupan di masa lalu, masa kini, dan masa mendatang merupakan rangkaian yang tidak terputus. Artinya, belajar sejarah pada hakikatnya adalah belajar membangun masa depan yang lebih baik.

Untuk itu, kata Zulfikri, anak-anak perlu dibekali dengan bahan-bahan bacaan yang bermutu hasil karya para pendahulu mereka sebagai inspirasi yang mendorong semangat untuk berkarya. “Di samping itu, perlu juga dikembangkan buku-buku tentang perjalanan di masa lalu yang dikemas dengan gaya kekinian sesuai dengan gaya belajar anak masa kini,” papar Zulfikri yang juga penulis sejumlah buku mengenai kurikulum dan pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement