Selasa 24 Oct 2017 22:05 WIB

Gagasan Rieke Diah Pitaloka sebagai Duta Informasi LIPI

Rep: Kabul Astuti/ Red: Esthi Maharani
Duta Informasi LIPI, Rieke Diah Pitaloka
Foto: DPR RI
Duta Informasi LIPI, Rieke Diah Pitaloka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka terpilih menjadi Duta Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Salah satu gagasannya, pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada informasi ilmiah.

Rieke Diah dianggap sangat konsen dengan pemanfaatan dan pendokumentasian informasi ilmiah untuk kemajuan bangsa, terutama terkait perlindungan kekayaan Indonesia. Rieke juga dinilai aktif dalam memperjuangkan Memory of the World dan aktif di Yayasan Kebun Raya.

"Tanpa riset, tanpa ilmu pengetahuan negara kita tidak mungkin maju," kata Rieke di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (24/10).

Rieke mengatakan kebijakan pembangunan di semua sektor di Indonesia harus berbasis riset dan ilmu pengetahuan, bukan sekadar asumsi. Rieke juga mendorong penguatan peran LIPI sebagai lembaga riset nasional yang mengkoordinasikan semua riset.

Menurut Rieke, Indonesia memerlukan lembaga riset nasional untuk mengkoordinasikan semua riset-riset yang ada, kemudian diberikan ruang untuk menjadi keputusan politik pembangunan. Supaya, hasil-hasil riset yang telah dilakukan tidak teronggok tanpa diaplikasikan.

"Bagaimana riset itu bisa memberikan pengaruh atau kontribusi dalam perbaikan kehidupan bangsa," kata Rieke.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan Rieke Diah Pitaloka telah memiliki rekam jejak di bidang riset dan ilmu pengetahuan terkait posisinya sebagai duta arsip. Ini sangat komplementer, karena hasil penelitian juga seharusnya menjadi arsip penting.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI, Enny Sudarmonowati, menyampaikan pentingnya publik figur sebagai duta informasi ilmiah. Sebagai anggota DPR RI, Rieke juga dinilai punya kemampuan untuk memperjuangkan anggaran riset.

"Harus ada publik figur. Karena kalau ngomongin ilmiah, takutnya masyarakat kepalanya sudah ngerut-ngerut, jadi harus ada publik figur dengan bahasa yang bisa lebih dimengerti untuk memyampaikan pada masyarakat," ujar Enny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement