Senin 23 Oct 2017 15:27 WIB

Pengamat: Keahlian Ganda Guru Cocok untuk Daerah Terpencil

Rep: Mabruroh/ Red: Andi Nur Aminah
Arief Rahman.
Foto: Republika/Damanhuri/ca
Arief Rahman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pendidikan Arief Rachman menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perihal keahlian ganda yang harus dimiliki oleh guru tentu memiliki alasan. Namun bukan hal yang aneh apabila kebijakan tersebut juga menuai penolakan. "Kebijakan itu saya kira ada alasannya," ujar Arief saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/10).

Arief menjelaskan, keahlian ganda dibutuhkan bagi guru-guru di daerah terpencil maupun di perbatasan. Dengan kata lain guru tersebut memiliki banyak keterampilan yang pastinya akan sangat berguna dalam mengajar peserta didik di daerah tempatnya mengajar.

"Supaya guru itu tidak mono keterampilan jadi keterampilan harus banyak. Misalnya, dia guru Bahasa Inggris tapi dia juga harus mengajar olahraga, ya kan. Bagaimana menanganinya kalau guru itu kurang," terangnya.

Contoh lain, Arief mengatakan, guru bagi anak sekolah dasar (SD) pun harus menguasai seluruh mata pelajaran. Baik itu guru Bahasa Indonesia tetap harus menguasai mata pelajaran matematika. "Jadi pada jenjang tertentu saya pikir harus dimungkinkan bahwa guru itu mengajar lebih dari satu bidang studi," ujarnya.

Hanya saja, masih kata Arief, untuk jenjang yang lebih tinggi tentu saja tidak bisa disamaratakan. Dosen ilmu linguistik tidak mungkin mengajar grammar. "Tapi kalau untuk guru SD, SMP, saya kira harus multi fungsi, (karena) filosofis semua mata pelajaran itu masih berkaitan," kata dia.

Umpamanya, Arief kembali mencontohkan ilmu geografi dengan ilmu sosial berkaitan satu sama lain. Namun jika jenjang pendidikan makin tinggi, maka setiap bidang studi memiliki pengajar masing-masing yang sesuai bidangnya.

PGRI sendiri menolak keras atas kebijakan keahlian ganda tersebut. PGRI menilai jika kebijakan tersebut diterapkan justru melanggar konstitusi karena dalam UU guru dan dosen menyebutkannya guru harus profesional dan linier.

Oleh karena itu Arief juga berpendapat bahwa sikap PGRI juga tidak bisa disebut salah, begitupun kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud Muhadjir Effendy. Namun dalam sudut pandangnya, jika guru-guru di lapangan tidak memiliki keahlian ganda maka permasalahan-permasalahan di perbatasan tidak pernah bisa terselesaikan.

(PGRI) Ada benarnya, tapi itu mungkin kalau kita mutlak mengikuti apa yang diminta PGRI nanti banyak yang tidak terselesaikan masalah-masalah di perbatasan itu. Saya tidak mau mempertentangkan PGRI dan Mendikbud, dua-duanya ada benarnya, yang penting di lapangan harus kita selesaikan itu masalah, terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement