Senin 07 Aug 2017 14:37 WIB

Sistem Pendidikan Indonesia Dinilai Bunuh Kreativitas

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
(kiri ke kanan) Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan Muhammad Nur Rizal, moderator, Direktur Wahid Institute Yenny Wahid dan Guru Besar UGM Prof Djamaludin Ancok di Seminar Tantangan Pendidikan Abad 21, Yogyakarta, Senin (7/8).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
(kiri ke kanan) Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan Muhammad Nur Rizal, moderator, Direktur Wahid Institute Yenny Wahid dan Guru Besar UGM Prof Djamaludin Ancok di Seminar Tantangan Pendidikan Abad 21, Yogyakarta, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal menilai tidak ada waktu untuk mengembangkan diri yang diberikan oleh sistem pendidikan di Indonesia. Karenanya, ia merasa sistem pendidikan yang ada di Indonesia justru membelenggu.

"Pertama, kita (lewat sistem pendidikan yang ada) membunuh talenta dan kreativitas anak-anak, tidak ada waktu anak-anak mengembangkan apa yang dimiliki," kata Rizal pada Seminar Pendidikan Abad 21 Gerakan Sekolah Menyenangkan, Senin (7/8).

Hal itu, kata Rizal, bisa dibayangkan dengan ujian-ujian yang harus dilalui anak-anak sekolah di Indonesia. Satu mata pelajaran saja, setidaknya anak-anak harus lewati delapan ujian. Termasuk ujian remedial jika nilainya tidak mencapai target.

Akibatnya, lanjut Rizal, anak-anak tidak memiliki daya kritis lantaran banyak beban materi pelajaran yang membuat daya kritis tidak muncul. Pasalnya, mereka miliki pola pikir kalau kebenaran itu harus sesuai rumus yang ada.

"Ini yang membuat daya kritis tidak ada. Anak-anak di Indonesia dipaksa menerima sistem yang kalau jawabannya berbeda itu harus salah," ujar Rizal.

Menurut Rizal, hal itu dikarenakan orientasi sekolah hanya untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi, yang salah satu cirinya harus ada SOP. Sedangkan, ia berpendapat, potensi bisnis di era teknologi informasi sudah berubah. "Artinya, kompetensi anak-anak pasti berubah," kata Rizal.

Untuk itu, GSM berupaya mengubah itu, sehingga anak-anak bisa memiliki keterampilan berpikir di dalam bidang apapun. Rizal menekankan, sekolah-sekolah tak boleh lagi bersaing tapi membangun jaringan yang meningkatkan kompetensi.

"Makanya, pesan saya, berjejaringlah jangan bersaing," ujar Rizal di depan sekitar 200-an guru-guru se-DIY.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement