Sabtu 08 Jul 2017 11:12 WIB

Kekurangan 21 Ribu Guru Agama, Kemenag Koordinasi dengan DPR

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nur Aini
Ilustrasi guru agama.
Foto: Republika
Ilustrasi guru agama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) Imam Syafi'i mengatakan, hingga kini pihaknya masih terus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait masalah kekurangan 21 ribu guru agama di sekolah umum secara merata di seluruh Tanah Air. Setelah sebelumnya mengirim surat resmi pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dia juga akan berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR RI.

Upaya tersebut mengacu pada PP 55 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan disebutkan, terutama pada pasal 6 ayat (1), Pemerintah Daerah memungkinkan untuk membantu dalam penyelenggaraan pendidikan agama, termasuk dalam pengangkatan pendanaannya. "Kami terus mencari jalan terbaiknya. Jadi walaupun pengelolaan guru agama ditanggung jawabi kami, namun di PP itu juga kan ada kewenangan dari pihak lain soal pengangkatan," kata Imam saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (8/7).

Imam yang baru enam bulan menjabat sebagai direktur PAI Kemenag mengaku, tidak tahu pasti masalah atau alasan mengapa pengangkatan guru agama tidak dilakukan sebelumnya, dan kini berujung pada kurangnya 21 ribu guru agama tersebut. Namun, dia berharap masalah tersebut kini dapat menjadi perhatian bersama.

"Karena kan ini bukan hanya tugas kita. Kemenpan RB, Kemendagri juga berperan dalam hal pengangkatan guru. Namun memang tetap harus ada koordinasi dengan kita terkait pembinaan dan substansi PAI," kata Imam.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan, pendidikan agama Islam di sekolah saat ini dihadapkan pada masalah yang sangat mendasar berupa kekurangan guru agama. Menurut dia, kekurangan guru agama Islam di sekolah sangat masif dan mendasar. Artinya, jika guru agama kurang maka pengajar agama di sekolah selama ini bukan ahli agama. Sehingga hal tersebut berpotensi masuknya pemahaman radikal dan intoleransi pada siswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement