Senin 03 Apr 2017 23:18 WIB

IGI: Seharusnya UNBK Bisa 100 Persen

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
 Petugas memeriksa komputer untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 9, Jakarta, Rabu ( 8/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas memeriksa komputer untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 9, Jakarta, Rabu ( 8/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) beranggapan penyelenggaraan ujian nasional (UN) seharusnya bisa 100 persen berbasis komputer (UNBK). "Sesungguhnya menurut hemat kami, jika fasilitas komputer menjadi kendala, seharusnya itu tidak perlu terjadi," kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/4).

Ia mengatakan, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sebanyak 1.327.246 siswa SMK mengikuti UN 2017. Namun, dari jumlah itu hanya 88,6 persen atau 1.176.391 siswa yang mengkuti UNBK.

Ramli memerinci, sejumlah daerah sempat melaporkan permasalahan penyelenggaraan UNBK jenjang pendidikan SMK. Seperti, listrik sempat padam di sejumlah sekolah di Riau, server data bermasalah di sejumlah sekolah di Sulawesi Selatan.

Ramli beranggapan, secara umum UNBK dapat diandalkan dalam sisi Integritas. Alasannya, sistem yang dibuat sedikit banyak mengurangi potensi kecurangan. Sehingga, ia mempertanyakan, kenapa hanya 88,6 persen SMK yang mengikuti UNBK. Padahal pemerintah telah membedakan jadwal penyelenggaraan Un antara jenjang pendidikan SMP, SMA dan SMK.

Menurutnya, apabila pemerintah kabupaten/kota dan provinsi dapat bekerja sama memetakan sekolah, maka dapat saling membuka diri. Artinya, suatu sekolah dapat memanfaatkan fasilitas komputer yang dimiliki sekolah lainnya. "Siswa SMK bisa numpang di SMA, siswa SMP bisa numpang di SMK dan sebaliknya," ujar dia.

Ia mengapresiasi semangat lima sekolah di Makasar yang terletak di kepulauan untuk berbagi fasilitas dalam penyelenggaraan UNBK 2017. "Itu adalah sebuah solusi untuk menjadikan UN menjadi lebih berkualitas," lanjutnya.

Kendati demikian, ia menyebut, masih banyak pemimpin sekolah atau SKPD pendidikan yang hanya berpikir 'proyek' pengadaan komputer untuk UNBK. "Pikiran seperti ini bukanlah solusi apalagi hingga meminta siswa kumpulkan uang untuk pengadaan komputer," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement