Kamis 10 Mar 2016 08:18 WIB

Guru Cakap Literasi

Guru
Guru

Oleh: Siti Sahauni, Guru Konsultan Sekolah Literasi Indonesia – Dompet Dhuafa

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Baru saja beberapa menit berlalu mengistirahatkan pikiran dan tenaga. Pintu rumah sudah diketuk-ketuk. Anak-anak desa Bantarwangi berdatangan. Mengucap salam berulang kali. Berharap pintu lekas dibuka.

Anak-anak sudah berkumpul di depan pintu rumah mantan pak lurah yang ditempati oleh dua guru pegiat Sekolah Literasi Indonesia. Mereka membawa buku dan pulpen. Bersiap menerima pelajaran tambahan dari kami yang mengabdi di SDN Bantarwaru setahun ke depan. Pelajaran yang paling dinantikan mereka adalah matematika.

Sudah beberapa malam ini, anak-anak desa Bantarwangi menghabiskan waktu untuk belajar bersama. Kami, setelah seharian bergelut di sekolah dan warga, malam hari adalah waktu menghabiskan sisa-sisa tenaga dengan kegiatan positif. Berharap, kegiatan ini dapat mengembangkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik mereka.

Bersyukur, kedatangan kami telah menarik perhatian mereka. Bahkan, menjauhkan kebiasaan awal meraka selepas maghrib : menonton televisi. Kedatangan kami membuat anak-anak Bantarwangi candu. Candu diajar dan diarahkan dengan berbagai kegiatan yang bersentuhan dengan literasi. Kebutuhan literasi memang terbilang sulit untuk diakses di sini. Jangankan di Sekolah, di lingkungan tempat tinggal pun tak tersedia.

Ketiadaan perpustakaan sekolah atau taman bacaan masyarakat mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa anak-anak tidak melek literasi. Terutama dalam hal membaca, menulis dan berhitung. Jelas kentara, bahwa kecakapan merek dalam hal membaca dan berhitung masih di bawah rata-rata.

Miris memang, masih ada anak di bangku kelas satu hingga tiga yang belum bisa membaca dan berhitung. Bila hal ini terus dibiarkan, bagaimana bisa mereka dapat melewati pelajaran yang lain yang lebih sulit. Padahal di bahu-bahu kecil itu, tugas besar sedang menanti mereka: membawa perubahan di Banten.

Anak-anak yang tinggal jauh dari hiruk pikuk kota, kerap kali diacuhkan. Padahal mereka butuh perhatian dari berbagai elemen. Terutama pemerintah yang memiliki kekuasaan penuh akan kebijakan pendidikan dan anggaran. Selain itu, dukungan guru, masyarakat, pemerhati dan penggerak literasi di Banten juga mempunyai andil di sini. Keterlibatan mereka jelas adanya kerjasama yang baik agar Banten dapat  menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Cara efektif agar anak-anak di Desa Bantarwangi melek literasi adalah dengan melibatkan sekolah. Paud dan Sekolah Dasar merupakan dua tempat paling mudah memberikan sentuhan lain pada anak.

Kegelisahan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa kemudian menginisiasi adanya Sekolah Literasi Indonesia. Menurut pandangan Makmal Pendidikan, sekolah dapat dikatakan berhasill jika pengembangan intruksional dan budaya sekolahnya beriringan. Jika itu sudah sejalan beriringan maka imbasnya guru dan warga sekoah pun bakal cakap literasinya.

Kepala Sekolah dan Guru bersama-sama mengoptimalkan sekolah. Dengan menjalankan sistem instruksional yang jelas dan tegas. Budaya sekolah dijadikan sebagai ciri khas agar dapat bersaing sehat dengan sekolah lain.

Sekolah yang menerapkan sekolah literasi, diharapkan warga sekolah memiliki kemampuan literasi yang tinggi. Sekolah tidak hanya dapat memberikan kegiatan membaca informasi tertulis, melainkan mampu membuat dan memahami sesuatu dari bacaan yang telah dibaca.

Gurulah yang membuat kemampuan anak-anak diasah. Dan alangkah baiknya jika guru cakap literasi. Yang dapat menggunakan informasi tertulis untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Sebagai tempat utama dalam mengembangkan kemampuan mereka secara konsisten dan berkesinambungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement