Jumat 20 Nov 2015 17:39 WIB

Ahli: Tes 'Baca Hitung' di Level PAUD Berdampak Negatif Bagi Anak

Rep: C01/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Beberapa anak mengikuti kegiatan belajar mengajar di PAUD Nusantara, Bendungan Hilir, Jakarta, Jumat (18/9).
Foto: Republika/ Wihdan
Beberapa anak mengikuti kegiatan belajar mengajar di PAUD Nusantara, Bendungan Hilir, Jakarta, Jumat (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak jarang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menerapkan penguasaan baca, tulis, hitung (calistung) kepada anak usia dini. Akan tetapi, sistem pengajaran yang tidak tepat serta penggunaan calistung sebagai standar evaluasi anak usia dini memiliki dampak negatif bagi anak.

Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Ahmad Suryawan mengatakan calistung tidak boleh dijadikan program evaluasi prestasi pada anak usia dini. Calistung, lanjut Suryawan, hanya boleh diajarkan kepada anak usia dini dalam bentung pengenalan.

Suryawan mengatakan pengenalan terhadap calistung juga tidak dapat disamakan dengan pengajaran calistung terhadap anak yang memang sudah siap untuk belajar. Kepada anak usia dini, Suryawan mengatakan calistung bisa diperkenalkan melalui program bermain.

"Calistung harusnya dikenalkan saja, tidak boleh menjadi program evaluasi prestasi (untuk anak usia dini)," jelas Suryawan saat ditemui di Lotte Shopping Avenue pada Kamis (19/11).

Suryawan tak menampik jika pengajaran calistung pada anak usia dini dipengaruhi oleh tuntutan yang cukup besar. Pasalnya, beberapa SD menerapkan syarat masuk dengan tes calistung. Sistem ini, lanjut Suryawan, yang harus segera dibenahi oleh pemerintah, baik dari tingkat pusat hingga daerah.

Di samping itu, Suryawan juga mengatakan akan ada satu dampak negatif ketika anak usia dini dipaksa untuk menguasai calistung. Pemaksaan ini, terang Suryawan, akan membuat otak anak tidak bekerja secara runut atau by order.

Suryawan mencontohkan, ketika seorang anak usia dini diajarkan 9+5=14, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Salah satunya, anak mungkin sudah siap dan  memang mengerti bagaimana proses menambahkan angka 9 dan 5.

Akan tetapi, bisa jadi anak tersebut hanya mengetahui jawaban karena menghafal. Sehingga ketika diberikan soal yang berbeda, anak tersebut tidak bisa mengetahui jawabannya. Hal ini, lanjut Suryawan, yang menunjukkan bahwa otak anak tidak bekerja by order.

"Karena itu, baca,tulis, hitung, boleh dikenalkan tapi tidak boleh dipakai sebagai syarat untuk evaluasi prestasi di usia itu," tegas Suryawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement