REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antara kurikulum, pembelajaran, dan penilaian adalah tiga komponen yang saling terkait dan menyatu. “Kurikulum memuat tujuan, materi, dan strategi mencapai tujuan,” kata peneliti Indonesia Bermutu Dr Zulfikri Anas kepada Republika, Rabu (9/9).
Pembelajaran adalah kegiatan nyata yang mengkondisikan setiap peserta didik menemukan dan mengembangkan potensi uniknya masing-masing. “Adapun penilaian adalah media sekaligus katalisator untuk mengendalikan proses pembelajaran agar berlangsung secara efektif dan efisien,” tutur Zulfikri yang juga Pembina Yayasan Pendidikan Al-Iman.
Sebagai contoh, kata Zulfikri, untuk apa seseorang belajar lambang dan urutan bilangan, bagaimana cara membelajarkannya, dan seperti apa kurikulumnya? “Semua itu merupakan pertanyaan mendasar yang harus dijawab sebelum menjalankan proses pembelajaran,” tegas Zulfikri yang lebih 20 tahun berkecimpung dalam bidang kurikulum.
Kesalahan kecil saja akan berdampak jangka panjang. “Bisa-bisa kita akan mendapatkan buah “hampa” pada saat kita membutuhkan buah “bernas”,” tutur Zulfikri.
Bila ini terjadi, kata Zulfikri, sangat merugikan. “Kerugian moril dan materil serta kehilangan waktu adalah utang yang terbayarkan oleh kita pada generasi mendatang. Kehancuran peradaban juga bisa berawal dari sini,” paparnya.
Zulfikri menyebutkan, semua orang dewasa paham tentang urutan bilangan, 1,2,3 dan seterusnya. Namun apakah setiap orang dewasa bisa menjadi guru untuk mengajarkan itu? Tentu tidak.
Menurut Zul, hanya orang-orang yang paham tentang tujuan dan nilai-nilai apa yang harus ditumbuhkan melalui pembelajaran matematika itu.” Guru harus paham betul bahwa kita bukan sekedar mengajari anak untuk hafal urutan, bisa membilang, menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi,” ujarnya.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
