Jumat 29 Nov 2013 14:13 WIB

LDII Mendukung Pendidikan Karakter

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: Mansyur Faqih
Pendidikan anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pendidikan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan berbasis karakter menjadi pilihan tepat untuk mencetak generasi yang memiliki etos kerja dan siap memasuki era global. Ketua DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Prasetyo Sunaryo mengatakan, pendidikan karakter harus digiatkan. 

Menurutnya, pendidikan selama ini selalu dilihat dalam pandangan subjek. Sehingga sasarannya selalu pada otak. Padahal, pegenalan budi pekerti, hal yang baik dan buruk, juga perlu diperkenalkan sejak dini. "Pengenalan karakter boleh dikata sangat minim," ujar Prasetyo kepada Republika.

Untuk mengenalkan pendidikan karakter, LDII berencana menggelar seminar nasional bertema pendidikan karakter terpadu dalam membangun generasi muda memasuki era global. Acara yang digagas DPP LDII ini akan berlangsung di Semarang, Sabtu (30/11). 

Rencananya, seminar akan dibuka oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan dihadiri Ketua Umum PGRI, Sulistyo serta mantan Mendikbud Wardiman Djojonegoro. 

Prasetyo mengatakan, seperti yang pernah disampaikan Sukarno, tahap awal yang harus dibangun oleh negara adalah karakter. Hanya saja, nation character building yang diinginkan Sukarno belum tuntas sampai sekarang. 

Dia mencontohkan, saat ini hampir semua anak berpendidikan SD ditekankan pada kemampuan baca, tulis, hitung. Kemudian ukuran prestasinya dilihat dari mendapat rangking atau tidak. Padahal, sebelum anak mencapai usia 12 tahun, yang utama diperkenalkan seharusnya masalah bagaimana berprilaku yang baik.

Termasuk mengajarkan apa yang boleh dan tidak boleh serta bagaimana menghargai waktu dan sebagainya. Di negara Barat dan Cina, katanya, anak usia dini lebih banyak diarahkan untuk bermain. Karena tujuan mereka lebih untuk pengembangan motorik anak. Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. 

Karena itu, kata dia, tidak mengherankan jika banyak pelajar Indonesia yang juara dalam lomba seperti matematika atau lomba fisika. "Tapi untuk juara nobel, tidak ada," ujarnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement