Rabu 03 Mar 2021 17:28 WIB

Mahasiswa UB Ciptakan Biskuit Ulat untuk Cegah Stunting

Preduk yang diciptakan adalah Biskot, yakni biskuit protein ulat Hongkong.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) biskuit ulat untuk mencegah stunting.
Foto: Humas UB
Sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) biskuit ulat untuk mencegah stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) mengembangkan produk inovatif dari peternakan yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan bidang kesehatan. Dengan dibimbing Dosen Dedes Amertaningtyas, tim yang terdiri atas Retno Nur Fadillah, Sularso, Yasri Rahmawati, Hendarto dan Zuhdan Alaik ini menciptakan Biskot. 

"Biskot merupakan biskuit protein ulat Hongkong sebagai treatment stunting pada anak," kata perwakilan tim, Sularso.

Baca Juga

Ide pembuatan biskot dilatarbelakangi masalah stunting di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan World Health Organization (WHO) 2014, 24,5 persen balita di dunia mengalami stunting. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting terbesar kelima dengan angka 36 persen (7.547 jumlah anak stunting) pada 2019.

Sularso menjelaskan, kandungan protein pada larva ulat Hongkong cukup tinggi. Yakni, 47,44 persen dengan kadar lemak 21,84 persen. Ada pula asam amino berupa taurin sebesar 17,53 persen yang sangat dibutuhkan pada masa tumbuh kembang anak. 

Taurin merupakan jenis asam amino terbanyak kedua dalam ASI. Asam ini berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam proses pematangan sel otak.

Di samping itu, Sularso menyatakan, ulat hongkong atau yang juga disebut dengan mealworm biasanya dibudidayakan hanya untuk dijadikan pakan unggas. Hal ini karena ulat tersebut memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Namun ulat ini sebenarnya termasuk dalam ordo coleoptera yang merupakan paling banyak dikonsumsi manusia.

Adapun dalam proses pengolahannya, kata dia, ulat Hongkong dicuci bersih. Kemudian dikeringkan, dioven dan dihaluskan menggunakan blender serta disaring airnya. "Selanjutnya dicampur ke dalam adonan dari terigu, gula, dan telur," ucapnya, Rabu (3/3).

Berkat penelitian ini, Sularso dan tim berhasil memboyong medali perak dalam ajang internasional bertajuk Asean Innovative Science Environmental and Enterprenuer Fair (AISEEF) 2021. AISEEF merupakan kompetisi internasional tahunan antaruniversitas se-Asia dalam bidang science, lingkungan dan entrepreneurship.

Setidaknya terdapat empat kategori yang dilombakan dalam AISEEF. Yakni, enterprenuer (business plan, management, marketing), social science dan environmental science (interaksi komponen fisik, kimia, dan biologi lingkungan serta hubungan dan efek komponen tersebut dengan organisme pada lingkungan). Lalu innovation science (inovasi dalam bidang Fisika Terapan, Kimia dan Biologi yang dapat berupa produk aplikasi, alat peraga dan temuan kreatif).

AISEEF diselenggarakan  oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) pada 18 sampai 22 Februari lalu. Kegiatan tersebut terlaksana atas kerja sama dengan Food Technology Departmen, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Nutrition Department, Universitas Diponegoro (UNDIP). Kemudian juga dengan Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS), Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L), Yayasan Prestasi Pendidik Indonesia, Himpunan Penggiat Adiwiyata Indonesia Malang Raya, dan AISEEF Organizing Committee.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement