Rabu 25 Nov 2020 23:40 WIB

Universitas Brawijaya Tambah Dua Profesor

Keduanya dikukuhkan di Gedung Widyaloka kampus setempat, Rabu (25/11).

Universitas Brawijaya Tambah Dua Profesor. Universitas Brawijaya
Foto: wikipedia
Universitas Brawijaya Tambah Dua Profesor. Universitas Brawijaya

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Brawijaya (UB) kembali menambah dua guru besar (profesor) sekaligus, masing-masing di bidang Ilmu Sistem Instrumentasi Modern dan bidang Ilmu Hukum. Keduanya dikukuhkan di Gedung Widyaloka kampus setempat, Rabu (25/11).

Prof Didik Rahadi Santoso dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-23 dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) atau profesor ke-269 di UB dan Prof Moh. Fadli sebagai profesor ke-270 UB.

Baca Juga

Dalam pidato ilmiah pengukuhan, Didik mengambil judul Peluang dan tantangan Pengembangan Sistem Instrumentasi di Era Industri 4.0. Sedangkan Prof Moh Fadli mengambil judul Peraturan Delegasi Di Indonesia: Ide Untuk Membangun Kontrol Preventif Terhadap Peraturan Pemerintah.

Dalam pidatonya, Didik mengemukakan beberapa hal terkait dengan kajian desain dan pengembangan produk sistem instrumentasi modern berikut contoh penerapannya. Pertama adalah Bioelectical Impedance Spectrometer (BIS), yakni sebuah sistem instrumentasi untuk keperluan riset di bidang biofisika dan kedua adalah sistem instrumentasi untuk monitoring aktivitas gunung api secara realtime dari jarak jauh.

Menurut Didik, keberadaan sistem instrumentasi tidak mungkin dipisahkan dalam perkembangan Iptek modern. Pengembangan sebuah sistem instrumentasi akan memberikan solusi bagi ketersediaan sistem pengukuran atau pengendalian secara menyeluruh.

"Usaha pengembangan sistem instrumentasi EIS/BIS dan sistem pemantauan gunung api yang telah kami lakukan dapat membantu dosen dan mahasiswa, khususnya Jurusan Fisika melaksanakan pendidikan dan penelitiannya dengan lebih baik, sebab mereka dapat melakukan publikasi ilmiah dengan topik riset terkait," ujarnya.

Prof Moh. Fadli mengemukakan kontrol terhadap Peraturan Pemerintah (PP) di Indonesia masih sebatas kontrol represif melalui pengujian PP ke MA. "Kontrol represif masih belum cukup dan harus dilengkapi dengan kontrol preventif, yang dimulai pada waktu pembentukan Undang Undang (UU) induk dan pada saat penyusunan PP," katanya.

Menurut dia, salah satu cara melakukan kontrol preventif pada saat penyusunan PP adalah penilaian atau persetujuan dari DPR sebelum PP ditetapkan atau diundangkan oleh Pemerintah. Dengan demikian, penting memedomani aturan pendelegasian sesuai dengan Lampiran UU P3. Untuk mencegah supaya PP tidak eksesif, ultra vires, dan inkonistensi dengan UU induknya, perlu kontrol dalam sistem (kontrol sistemik).

Ia mengatakan peraturan delegasi sangat diperlukan di berbagai negara demokrasi, khususnya pada era yang menuntut pelayanan publik dilakukan dengan cepat, efektif, efisien tanpa melanggar hukum. Namun demikian, peraturan delegasi harus dikontrol. Di dunia ini dikenal tiga jenis kontrol, yaitu kontrol parlemen, kontrol yudisial dan kontrol jenis lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement