Kamis 15 Oct 2020 15:02 WIB

Wapres Minta Perguruan Tinggi Hasilkan Riset Komersial

Anggaran riset Indonesia masih di bawah 0,3 persen dari PDB pada tahun 2019.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Presiden RI, Maruf Amin
Foto: Setwapres
Wakil Presiden RI, Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta perguruan tinggi untuk mencetak tenaga-tenaga peneliti yang mampu melakukan riset bermanfaat dan bernilai komersial tinggi. Hal ini penting lantaran riset dan inovasi sangat dibutuhkan saat ini.

"Saya memandang salah satu tugas utama perguruan tinggi adalah membantu mencetak tenaga-tenaga peneliti yang mampu melakukan riset yang bermanfaat dan memiliki nilai komersil yang tinggi," ujar Ma'ruf saat menghadiri secara daring, Dies Natalis Universitas Diponegoro (UNDIP) yang ke-63, Kamis (15/10).

Baca Juga

Ma'ruf pun menyingung pengembangan riset Indonesia yang masih tertinggal dari negara lain, dengan indikatornya kecilnya alokasi anggaran riset dibandingkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Ia membandingkan data 2018, negara-negara Asia yang kuat dalam riset dan inovasi seperti Korea Selatan dan Jepang mengalokasikan dana riset dan pengembangan masing-masing sebesar 4,3 persen dan 3,5 persen dari PDB mereka.

Sementara itu, Singapura dan Malaysia, juga memiliki alokasi anggaran yang cukup besar yaitu masing-masing sebesar 2,6 persen dan 1,3 persen dari PDB mereka. "Indonesia sendiri meskipun telah mencatat kenaikan lebih dari 150 persen dari tahun 2013, anggaran riset kita masih di bawah 0,3 persen dari PDB pada tahun 2019," kata Ma'ruf.

Meski alokasi anggaran berperan dalam peningkatan riset, indikator lain yang juga penting adalah sumber daya pelaku riset tersebut. Ia membandingkan Indonesia dan Vietnam yang saat ini menjadi tujuan utama investasi asing, jumlah sumber daya peneliti Indonesia hanya 89 orang per 1 juta penduduk, dibandingkan Vietnam yang mencapai 673 per 1 juta penduduk.

Karena itu, Ma'ruf menyingung alasan perlunya perguruan tinggi mencetak peneliti-peneliti yang handal. Sebab, dengan upaya riset yang memadai akan menghasilkan lebih banyak inovasi.

"Ini penting, karena inovasi merupakan kunci keberhasilan memenangkan persaingan saat ini," kata Ma'ruf.

Ia memaparkan, hubungan tingkat pendapatan sebuah negara yang diukur oleh PDB per kapita, juga berhubungan positif dengan kinerja inovasi. Dalam laporan Global Innovation Index (GII) 2020 negara-negara dengan skor inovasi yang tinggi juga cenderung memiliki PDB per kapita lebih tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa inovasi memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan sebuah negara. Karena itu, Indobesia perlu memacu inovasi lebih jauh lagi untuk mengejar ketertinggalan. 

Meski Indonesia mengalami peningkatan dalam hal input inovasi, peringkat Indonesia tidak bergeser di posisi 85 dari 131 negara di dunia. Peringkat ini masih sama dengan peringkat pada tahun 2019 dan 2018, dan peringkat inovasinya ada di posisi kedua terendah di atas Kamboja. 

"Bandingkan dengan Singapura (peringkat ke-8) dan Malaysia (peringkat ke-35) yang ekonominya berbanding lurus dengan budaya inovasinya," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement