Selasa 12 Feb 2019 18:12 WIB

UMY Luncurkan Dusun Sehat Bebas Asap Rokok

Program itu untuk mendukung Bantul sebagai Kabupaten Sehat.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Esthi Maharani
Asap Rokok - ilustrasi
Asap Rokok - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerja sama dengan perangkat desa di DK II Kersan, Bantul, meluncurkan Dusun Sehat Bebas Asap Rokok (DEBAR), Ahad (10/02). Hal ini juga dibarengi dengan meluncurkan Literasi Kesehatan Digital dan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).

Dosen Prodi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, Resti Yulianti Sutrisno mengatakan, peluncuran ini merupakan program untuk mendukung Bantul sebagai Kabupaten Sehat. Program ini merupakan kerja sama antara Program Profesi Ilmu Keperawatan UMY dan Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), serta perangkat dusun dan warga di DK II, Kersan, Bantul.

Selain itu, program ini juga implementasi dari Kawasan Bebas Asap Rokok yang dicetuskan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Yang mana hal itu tercantum dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 18 Tahun 2016 tentang Kasawan Bebas Asap Rokok.

"Ini sejalan dengan tujuan dari Perbup yaitu diharapkan akan melindungi masyarakat khususnya kelompok rentan antara lain bayi, balita, ibu hamil dan lanjut usia, terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan akibat asap rokok," kata Resti berdasarkan siaran pers yang diterima Republika, Selasa (12/02).

Dengan adanya dusun ini juga diharapkan mengatasi masalah masyarakat dengan tingginya paparan dari asap rokok ini. "Indonesia merupakan negara dengan paparan tertinggi secondhand smoke di area rumah berdasarkan data dari The Tobacco Atlas 6th ed (2018)," kata Resti.

Sementara itu, untuk program Literasi Kesehatan Digital juga dapat menjadi wadah bagi masyarakat dalam mengelola informasi terkait kesehatan. Tentunya melalui media sosial berbasis internet.

Tim Abdimas PDM Literasi Kesehatan Digital, Dianita Sugiyo mengatakan, di era revolusi industri 4,0 ini, penggunaan internet di Indonesia meningkat hingga 54,7 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Hal itu membuat banyak informasi yang disebarluaskan. Bahkan ada juga beberapa informasi yang bersifat hoaks. Ia menegaskan akan sangat berbahaya apabila informasi tentang kesehatan mengandung hoaks.

"Karena itu kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dan mengakses informasi menjadi hal yang sangat penting," ujar Dianita. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement