Kamis 12 Jul 2018 00:07 WIB

Azyumardi Sebut Banyak Dosen Jadi Agen Penyebar Radikalisme

Dosen perlu diberikan pemahaman tentang persepektif keagamaan secara mendalam

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Azyumardi Azra
Foto: dok Republika
Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan dosen memiliki peranan yang cukup sentral dalam menumbuhkan paham radikal, intoleransi, bahkan antipancasila kepada mahasiswa di perguruan tinggi. Bahkan dia menilai, banyak dosen yang menjadi 'agen' penyebaran paham radikal, teori rekayasa dan konspirasi di kalangan mahasiswa akademika.

"Dosen-dosen perlu diberikan pemahaman tentang persepektif keagamaan secara mendalam dan menyeluruh,' kata Azyumardi pada sebuah diskusi yang digelar oleh BARA UI di Graha Cimb Niaga Sudirman, Jakarta, Selasa (10/7).

Dia mengingatkan untuk tidak menggeneralisasi PT secara keseluruhan, meski saat ini ada gejala peningkatan radikalisme dikalangan sivitas akademika perguruan tinggi (PT), baik mahasiswa, dosen dan juga staf administrasi. Karena menurut dia, mayoritas mutlak sivitas akademika tetaplah orang-orang damai yang memiliki kesetiaan pada NKRI, UUD1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika.

Dia menyebut, hingga saat ini rekrutmen ideologis kelompok radikal, ekstrim dan teroristik terus berlanjut. Karena itu, Azyumardi menegaskan, sudah saatnya pimpinan PT memberikan prioriotas khusus untuk menangkal radikalisme di kampus.

"Perguruan tinggi tidak hanya bertugas dalam transfer dan transmisi ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampila. Tetapi juga dalam membentuk warganegara aktif dan bertanggungjawab bagi masa depan umat Islam dan negara-bangsa," jelas Azyumardi.

Dia menambahkan, dalam menangkal radikalisme pertama-tama harus dihadapi dengan kontra-ideologi dan perspektif keagamaan-keindonesiaan yang utuh. Karena ideologi radikal dan teroristik tidka bisa dihadapi hanya dengan wacana, atau bahkan dengan tidnakan represif aparat seklaipun.

"Kita perlu melihat kembali kurikulum, Dalam hal ini, tidak perlu 'redesain' kurikulum secara menyeluruh karena dapat mengganggu stabilitas akademis-keilmuan. Tetaoi sebaliknya yang mendesak dilakukan misalnya adalah revitalisasi beberapa mata kuliah relevan yang dapat bersifat 'ideologis' seperti matkul Pancasila, Sejarah, PAI dan lainnya," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement