Rabu 06 Jun 2018 15:53 WIB

Menristekdikti: Semua Kampus Harus Mendata No HP dan Medsos

Pendataan tersebut diberlakukan untuk semua kampus tanpa terkecuali.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Menristekdikti Mohammad Nasir.
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Menristekdikti Mohammad Nasir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir telah meminta kepada rektor untuk mulai mendata nomor handphone dan akun media sosial mahasiswa sejak penerimaan mahasiswa baru. Dia pun menegaskan, pendataan tersebut diberlakukan untuk semua kampus tanpa terkecuali.

"Iya semua (kampus). Nanti pada penerimaan mahasiswa baru saya juga sudah minta kepada para rektor untuk mencatat semua no HP dan medsos mahasiswa baru," jelas Nasir kepada wartawan di kompleks DPR Senayan Jakarta, Rabu (6/6).

 

(Baca: Azyumardi Azra: Terlalu Berlebihan Pendataan No HP Mahasiswa)

Menurut dia, hal itu bertujuan sebagai bentuk monitoring, menyusul adanya indikasi radikalisme di kampus. Pendataan tersebut juga diklaim akan mempermudah monitoring yang dilakukan oleh Kemenristekdikti bersama BNPT dan BIN.

Dia mengatakan, pendataan melalui nomor HP dan akun media sosial dilatarbelakangi oleh kasus di salahsatu perguruan tinggi negeri di Bandung. Yang mana, ada beberapa mahasiswa di PTN tersebut telat terpapar radikalisme karena terpengaruh media sosial.

Selain itu, Nasir juga mengaku, telah menginstruksikan kepada rektor untuk mendata seluruh pegawai, dosen dan mahasiswa di suatu perguruan tinggi yang terindikasi radikalisme. Setelah data terkumpul, lanjut Nasir, rektor ditugaskan untuk mengembalikan ideologi mereka.

"Jadi sebelum ditindak dia (yang terpapar) akan diperintah untuk kembali lagi ke dalam NKRI, memegang teguh UUD 1945, ideologi negara Pancasila, dan semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan negara," tegas Nasir.

Sebelumnya, kebijakan pendataan ini mendapat penolakan dari beberapa pihak. Salah satunya dosen Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Agus Surono yang keberatan dengan bentuk pengawasan pemerintah melalui pendataan nomor handphone dan akun media sosial dosen dan mahasiswa. Dia menilai bentuk pengawasan seperti itu terlalu berlebihan.

"Saya sependapat bahwa kampus harus bebas dari paham radikalisme, apalagi kegiatan yang mengarah kepada radikalisme. Namun demikian gagasan untuk mengawasi civitas akademika dengan cara mengawasi HP dan medsos menurut hemat saya terlalu berlebihan," ungkap Agus saat dihubungi Republika, Selasa (5/6).

Dia menjelaskan, seharusnya pemerintah fokus menanamkan nilai-nilai toleransi dalam menangkal radikalisme di perguruan tinggi. Penanaman nilai toleransi dan Pancasila bisa diintegrasikan dalam berbagai kurikulum baik yang berbasis agama, Pendidikan Kewarganegaraan, maupun mata kuliah lainnya sesuai program studi, serta kegiatan non akademik. Itu semua, kata Agus, bisa lebih efektif dalam menangkal paham radikal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement