Jumat 18 May 2018 14:12 WIB

Mandiri dengan Bekal Restu Orang Tua

Hadi Suyono adalah satu dari dua orang terjaring saat lolos seleksi di UAD

Rep: MgROL 10/ Red: Fernan Rahadi
Dosen UAD, Hadi Suyono
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Dosen UAD, Hadi Suyono

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Siapa yang menyangka di balik penampilan rapi Hadi Suyono menyimpan cerita perjuangan hidup yang keras. Lelaki bertubuh besar ini lahir dari keluarga seorang petani. Sejak ayahnya meninggal, sang Ibulah yang menjadi tulang punggung dalam keluarganya.

Semasa sekolah, Hadi berhasil menyabet beberapa penghargaan di bidang olahraga Pencak Silat. Menurutnya, Pencak Silat adalah olahraga yang menyenangkan, karena di dalamnya terdapat unsur seni.

Hadi kecil bercita-cita sebagai seorang tentara. Namun, karena kendala mata minus, maka ia harus mengubur cita-cita itu. Namun usaha tidak pernah berkhianat pada hasil. Kesungguhannya mengantarkan Hadi menjadi seorang dosen. 

Jalan hidup memang tidak ada yang menduga. Ketika ia lolos seleksi bekerja di Universitas Ahmad Dahlan, ia adalah salah satu dari dua orang terjaring. Lelaki berambut plontos ini menceritakan kali pertama ia jatuh cinta dengan dunia mengajar. Ia berdoa kepada Tuhan, jika memang dia berjodoh dengan pekerjaan tersebut maka mudahkanlah jalannya.

Anak sulung dari dua bersaudara ini berhasil membiayai pendidikannya di perguruan tinggi secara mandiri. Setelah lulus dari bangku SMA, Hadi tidak memiliki biaya untuk pendidikannya.  Keadaan itu membuat sang ibu juga menghendaki Hadi untuk bekerja. Sehingga lelaki kelahiran Bantul, 25 Oktober ini memutuskan untuk bekerja sebagai reporter di salah satu koran di Yogyakarta, yaitu KR Group. 

Dosen ini telah menerbitkan empat buah judul buku nonfiksi. Lelaki yang memiliki hobi membaca ini mengaku merasa gelisah jika tidak membuat karya. Baginya, menulis juga membutuhkan ilmu, sehingga menulis dan membaca adalah hal yang saling berkaitan, diibaratkan dengan gelas yang kosong, tidak akan dapat menuangkan apapun ke dalam gelas lain, sehingga seorang penulis harus banyak membaca.

Bagi Hadi menulis dapat memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai sumber pendapatan, membuat seseorang menjadi membaca buku sehingga memiliki banyak pengalaman, dan memerluas wawasan. Hal ini telah dibuktikan oleh Hadi, bahwa dengan menulis ia mampu membiayai S-1 tanpa meminta biaya dari orang tua sedikitpun, hanya restu yang ia minta dari sosok yang telah mengandungnya tersebut. Walaupun awalnya tidak mendapat restu dari ibunya namun Hadi mampu membuktikan kepada ibunya, bahwa ia bias.

"Bahagiakan ibumu, selama beliau masih ada," ujar Hadi saat ditemui di Ruang Humas UAD, Selasa (15/5). Itu pesan dari Bapak dua anak yang selalu ingin membahagiakan orang tuanya. 

Ketika ia akan mendapat gelar S-3, ia sudah membayangkan sang ibu akan duduk di barisan depan, melihat putra kebanggaannya mampu menjawab pertanyaan dari dosen dengan baik. Sayangnya Tuhan berkehendak lain, Ibu dari seorang yang tekun ini dipanggil oleh Tuhan sebelum mimpinya yang satu ini benar-benar terjadi. Namun ini tidak membuat Hadi menjadi putus asa, ia tetap melanjutkan mimpinya untuk menjadi seorang yang hebat. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement