Rabu 14 Mar 2018 05:48 WIB

IAIN Bukittinggi Menyusul Terbitkan Imbauan tak Bercadar

Mahasiswa diminta berpakaian sesuai kode etik yang dijalankan IAIN Bukittinggi.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Cadar
cadar

Sementara itu, Hayati Syafri, sosok dosen yang dinonaktifkan oleh kampus, mengaku kecewa dengan kebijakan yang dijalankan institusi tempatnya mengajar. Ia mengaku, sejak pertama kali mengenakan cadar pada 2017 lalu, pihak IAIN Bukittinggi sudah melakukan banyak cara untuk memintanya kembali ke gaya berbusana semula.

"Sudah banyak cara dilakukan, misal, lewat teman dekat saya diminta bujuk saya. Lalu, dipanggil dan diminta buka cadar. Lewat surat teguran, dan terakhir dipanggil di sidang kehormatan dosen dan terakhir diminta nonaktif," katanya.

Hayati mengaku, penonaktifan yang dilakukan terhadapnya dilakukan secara lisan oleh dekan. Bahkan, menurut dia, mahasiswa bimbingan akademik yang ia tangani tidak bisa mengurus Kartu Rencana Studi (KRS) melalui situs resmi kampus. KRS justru baru bisa disetujui oleh dosen lain, bukan Hayati sebagai dosen pembimbing resmi.

"Iya karena bercadar dianggap mengganggu proses belajar-mengajar. Lalu, dibuat surat dan ditulis bahwa saya melanggar disiplin berpakaian dosen," katanya.

Hingga saat ini pihak IAIN Bukittinggi tetap tegas menjalankan imbauan bagi dosen dan mahasiswinya agar tidak bercadar. Menurut pengakuan Hayati, seluruh mahasiswi yang sebelumnya mengenakan cadar, saat ini masih berupaya menjalankan kepercayaan mereka dengan mengenakan masker penutup mulut dan hidung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement