Selasa 06 Feb 2018 17:23 WIB

Mahasiswa ITS Sulap Limbah B3 Jadi Beton Berkualitas Tinggi

Tim Senanjaya 79 berhasil mengubah limbah B3 menjadi beton berkualitas tinggi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Gita Amanda
Tim Senanjaya 79 Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya yang berhasil menjuarai Kompetisi Rancang Bangun (KRB) 2018.
Foto: Dadang Kurnia/REPUBLIKA
Tim Senanjaya 79 Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya yang berhasil menjuarai Kompetisi Rancang Bangun (KRB) 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tiga orang mahasiswa Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang mengatasnamakan dirinya Tim Senanjaya 79, berhasil mengubah limbah B3 menjadi beton berkualitas tinggi. Ketiga mahasiswa yang dimaksud adalah Andini Dwi Agustin, Jonathan Febryan, dan Reza Syihabul Millah dengan dosen pembimbing, Faimun

Keberhasilan Tim Senanjaya 79, mengubah limbah B3 menjadi beton berkualitas tinggi tersebut menjadikan mereka juara pertama dalam Kompetisi Rancang Bangun (KRB) 2018. Perlombaan tersebut diselenggarakan di Universitas Udayana, Denpasar, Bali, awal Februari 2018.

"Kami membuat inovasi beton dengan menggunakan fly ash atau sisa pembakaran batu bara pada pembangkit listrik sebagai pengganti semen, dan tawas sebagai campurannya," kata Reza Syihabul Millah di Surabaya, Selasa (6/2).

Reza menjelaskan, pada umumnya, beton dengan rancangan kuat tekan dalam 28 hari menghasilkan 60 mpa. Namun berkat kerja keras dari tim ini, inovasi beton mereka mampu menghasilkan kuat tekan 62,3 mpa dalam waktu tujuh hari. Beton tersebut kemudian diberi nama Beton As Crete (Alumn and Sugar Conctete).

Ajang ini diikuti oleh 63 peserta dari 53 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Mengusung tema High Early Strength and Low Cost Concrete Competition, kompetisi ini menantang para peserta untuk membuat beton bermutu tinggi dalam waktu tujuh hari, dengan biaya yang relatif murah.

Reza mengaku, Tim Senanjaya 79 sempat mengalami kesulitan dalam mencari material. Sebab fly ash sendiri merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun atau yang biasa dikenal sebagai limbah B3, sehingga perlu adanya penanganan khusus dan surat pengantar untuk memperolehnya.

"Selain dari referensi jurnal asing, kami juga melakukan penelitian kurang lebih satu sampai dua bulan sehingga ide tersebut benar-benar matang," ujar mahasiswa angkatan 2016 itu.

Meski mengaku persaingan yang terjadi antara peserta cukup ketat, namun tim ini tetap optimistis untuk membawa pulang juara pertama. "Kami merasa yakin karena penelitian ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia, kata Reza.

Reza mengaku, keikutsertaannya dalam ajang tersebut tidak hanya untuk sekadar lomba. Lebih jauh lagi timnya berharap agar karya mereka nantinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas dengan penelitian lebih lanjut yang lebih sempurna hasilnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement