Rabu 24 Jan 2018 19:10 WIB

Kemenristekdikti Diminta Cepat Merespons Kekosongan Rektor

kekosongan rektor dapat menghambat regulasi dan tata kelola manajemen di suatu PTN.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.
Foto: Humas DPR RI
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi X Dewan Pimpin Rakyat (DPR) RI meminta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, bisa merespons secara cepat kekosongan pemimpin atau rektor di perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab, kekosongan rektor dapat menghambat regulasi dan tata kelola manajemen di suatu PTN. "Jika berlarut-larut dibiarkan kosong (rektor), ini nanti akan berpengaruh pada proses belajar mengajar," kata ketua komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih kepada Republika.co.id, Rabu (24/1).

Dia melanjutkan, jika memang ada permalasahan di suatu PTN yang menyebabkan pencopotan rektor, seharusnya pemerintah harus mempertimbangkan solusi terbaik. Sehingga, mahasiswa dan staf di perguruan tinggi tersebut tidak menjadi korban.

Menurut dia, solusi-solusi yang dihadirkan untuk menyelesaikan masalah di PTN tersebut pun harus ril dan berlandaskan prinsip keadilan. Tentunya, yang berlandaskan asas kekeluargaan, kekuatan manajemen atau kekuasaan. "Jadi rundingkan betul-betul. Selesaikan masalahnya, cari solusi yang tidak berat sebelah. Artinya, tidak ada pihak yang merasa dirugikan," tegas dia.

Kekosongan posisi rektor definitif terjadi dibeberapa PTN, seperti di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Trisakti. Rektor terdahulu UNJ, yakni Prof Djaali dicopot dari jabatannya sebagai rektor oleh Menristekdikti Mohammad Nasir. Prof Djaali dituding bertanggung jawab atas tindakan plagiat salah satu mahasiswanya.

Kemudian, di Universitas Trisakti, kekosongan jabatan rektor terjadi sejak 2016 lalu. Hal itu terjadi, karena adanya konflik antara yayasan dan kampus Trisakti. Untuk sementara, kedua universitas ternama tersebut dipimpin oleh Plt rektor yang diambil dari pejabat Kemenristekdikti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement