Senin 31 Jul 2017 12:46 WIB

IAIN Palu Pastikan tak Ada Dosen dan Mahasiswa Tergabung HTI

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andi Nur Aminah
IAIN Palu, Sulawesi Tengah.
Foto: links.web.id
IAIN Palu, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu Zainal Abidin mengatakan, secara kelembagaan tidak ada dosen maupun mahasiswa di IAIN Palu yang terlibat secara organisasi di Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurutnya, selama ini IAIN Palu fokus untuk mengajarkan Islam klasik yakni memahami perbedaan dan tidak memaksakan pendapat orang lain.

"Secara kelembagaan mahasiswa maupun dosen itu tidak pernah ada dan mendengar seorang dosen mengajar dengan paham yang dilakukan oleh HTI," ujar Zainal ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (31/7).

Menurut Zainal, dari sisi pelajaran boleh saja paham khilafah tersebut diberikan ke mahasiswa namun harus dicermati bahwa paham ini tidak harus diterapkan. Sebab, Indonesia telah memiliki sistem pemerintahan dan tata negara tersendiri. "Jadi mungkin bisa saja diajarkan tapi tidak berarti mahasiswa harus menggunakan sistem itu," kata Zainal.

Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir akan mengumpulkan para rektor untuk membahas masalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di lingkungan kampus. Nantinya, para dosen yang berstatus sebagai PNS akan diminta untuk meninggalkan organisasi HTI jika memang terlibat dalam ormas yang telah dilarang pemerintah tersebut. Jika dosen PNS masih saja tergabung dan melakukan aktivitas organisasi HTI, maka Kemenrikstekdikti akan melayangkan surat peringatan sesuai aturan yang berlaku, yakni PP No 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil.

Kendati demikian, Nasir mengaku tak mempermasalahkan jika para dosen itu justru memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai PNS. Ia menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan diskriminasi terhadap para dosen tersebut.

Lebih lanjut, terkait adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas, Kemenristekdikti akan menunggu kajian dari Mahkamah Konstitusi (MK). Nasir mengaku, saat ini kementeriannya telah menyiapkan berbagai langkah mengantisipasi munculnya berbagai masalah menyusul adanya aturan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement