Selasa 04 Jul 2017 18:45 WIB

Intelektual Harus Bisa Cegah Potensi Penyimpangan

Kemerdekaan intelektual sekadar kebebasan berpendapat, tetapi kemandirian berpikir dan berijtihad.
Foto: Ala.org/ca
Kemerdekaan intelektual sekadar kebebasan berpendapat, tetapi kemandirian berpikir dan berijtihad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perguruan tinggi diharapkan menjadi sumber tata nilai dan melahirkan kaum intelektual, bukan sekadar memproduksi akademisi. Sehingga, manfaatnya bisa dirasakan banyak oleh negara.

Menurut Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi,  akademisi  hanya memahami ilmu pengetahuan dari sisi keilmuan (rasio) semata. Tapi intelektual memahami ilmu pengetahuan dengan dilandasi moral (intelektual). "Sehingga melihat segala sesuatu dengan rasa dan persepsi yang luas," kata Adhie saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/7).

Menurut Adhie, intelektual yang berlandaskan moral akan mencegah terjadinya potensi penyimpangan termasuk korupsi di perguruan tinggi. Untuk mendukung hal tersebut, Adhie mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengawasi potensi-potensi penyimpangan di kampus. 

Salah satunya adalah dengan menyelesaikan proses hukum tindak pidana korupsi yang terjadi di sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia. Hal ini mengingat   penuntasan korupsi di sejumlah kampius penting untuk membebaskan sivitas akademika dari beban moral almamaternya yang tersandera oleh skandal korupsi yang proses hukumnya masih ada di KPK. 

Apalagi, lanjut Adhie, Ketua KPK Agus Rahardjo, pernah mengungkapkan, selain mengaku menerima banyak kasus korupsi di sejumlah kampus, KPK uga menemukan indikasi masalah (korupsi) terkait pemilihan rektor di sejumlah PTN. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement