Ahad 04 Jun 2017 19:06 WIB

Jika Presiden Jadi Konsultan, Rektor akan Sulit Memimpin

Rep: Santi Sopia/ Red: Andi Nur Aminah
Kampus IPB
Foto: Faiz Zuhad Mushoffi
Kampus IPB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemilihan rektor oleh presiden baru saja berlalu. Meski kemudian direvisi oleh Mendagri sendiri bahwa Presiden akan berfungsi sebagai "konsultan" saja.

Menurut Humas Panitia Pemilihan Rektor (PPR) IPB yang diwakili Prof Firdaus, apabila menteri dianggap sebagai representasi (kepentingan) presiden, maka perannya signifikan dalam menentukan siapa yang akan menjadi rektor. Menurut dia, bila keinginan pemerintah tersebut 'dipaksakan', maka tidak tertutup kemungkinan adanya kesulitan rektor dalam menjalankan kepemimpinannya lima tahun ke depan.

"Tidak menutup kemungkinan kesulitan rektor karena kultur di Peguruan Tinggi yang sangat berbeda dengan lembaga birokrasi pemerintahan," ujar Firdaus melalui keterangan tertulis, Ahad (4/6).

Ia menjelaskan untuk beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berstatus badan hukum, aturan bagaimana memilih rektor dan siapa yang dapat menjadi rektor sudah sangat jelas. Aturan itu tercantum dalam statuta masing-masing.

Pedoman dasar pelaksanaan kegiatan di PTN tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sebagai pelaksanaan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Mengacu pada UU 12/2011 pasal 7 tentunya kedudukan statuta ini lebih tinggi dari Peraturan Presiden atau peraturan pelaksana semacam permen.

Ia turut mencontohkan pemilihan rektor di IPB. Menurut dia, dalam Statuta (PP 66/2013), dicantumkan secara jelas dalam pasal 43 bahwa tata cara pemilihan rektor ditetapkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) berdasarkan usulan dari Senat Akademik (SA). Selain itu kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan rektor juga ada pada MWA.

Mekanisme untuk pemilihan rektor di IPB sudah ditetapkan melalui Peraturan MWA dan SA. Di antaranya adalah akan ada tiga calon rektor yang  diseleksi oleh Senat Akademik untuk diajukan ke MWA. Selanjutnya MWA yang beranggotakan 17 orang yang akan memilih siapa yang akan menjadi rektor. Bila diperlukan pemungutan suara dalam proses tersebut, maka Menristekdikti sebagai wakil Pemerintah akan memiliki 8 hak suara (35 persen).

"Akan menjadi menarik bila MWA bukan menteri dominan memilih calon tertentu, sedangkan berdasarkan 'konsultasi' kepada presiden, calon yang diinginkan berbeda," kata dia.

Tentang siapa yang harus menjadi rektor, mengacu pada pasal 52 Statuta IPB, dinyatakan ada 11 kriteria yang menjadi persyaratan seseorang menjadi rektor. Di antaranya calon rektor harus berusia tidak lebih dari 60 tahun dan merupakan dosen tetap berstatus pegawai negeri sipil.

Terkait kapabilitas dalam memimpin Perguruan Tinggi, setidaknya dipenuhi oleh empat kriteria dari 11 syarat tersebut. Yakni memiliki integritas, komitmen, kepemimpinan akademik, dan kemampuan manajerial Perguruan Tinggi. Bersifat inklusif dan mengayomi; berwawasan luas mengenai pendidikan tinggi serta memiliki jiwa kewirausahaan.

"SA akan memainkan peran kunci dalam menyeleksi sejumlah Bakal Calon Rektor (sampai saat ini di IPB ada 24 nama), dengan terutama mengacu pada empat kriteria tadi, untuk memperoleh tiga nama yang akan diajukan kepada MWA," katanya.

Dengan demikian seorang calon rektor tentulah orang yang antara lain mempunyai kewibawaan dan prestasi akademik, yang ditunjukkan oleh berbagai karya ilmiah seperti jurnal dan paten yang dihasilkan. Calon rektor tersebut tentu harus berdedikasi secara total untuk kemajuan IPB dengan keberadaan dosen, pegawai dan mahasiswanya.

Calon rektor harus berkaca kepada para rektor terdahulu. Tidak hanya cendekia dalam bidang ilmunya, namun berbagai karya monumental dilahirkan untuk kemajuan IPB dan Bangsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement