Rabu 24 Jun 2015 11:33 WIB

Mahasiswa RI di Mesir Dapat Pencerahan dari KH Hasyim Muzadi

Mahasiswa Indonesia di Mesir berfoto bersama KH Hasyim Muzadi seusai dialog kebangsaan di Wisma Nusantara, Kairo, Senin (22/6)
Foto: Dokumentasi PPMI Mesir
Mahasiswa Indonesia di Mesir berfoto bersama KH Hasyim Muzadi seusai dialog kebangsaan di Wisma Nusantara, Kairo, Senin (22/6)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) mendapatkan pencerahan dari Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KH Hasyim Muzadi. Mantan Ketua Umum PBNU itu tampil dalam dialog kebangsaan yang bertema “Meneguhkan Indonesia sebagai Kiblat Peradaban Islam”,  di Wisma Nusantara Kairo, Rabeah Adaweya, Kairo, Mesir, Senin (22/6).

Acara yang diselenggarakan atas kerja sama PPMI Mesir dan PCINU Mesir tersebut dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Kairo Nurfaizi Suwandi, Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir  Agususanto, dan ratusan mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Mesir.

Presiden PPMI Mesir dalam surat elektroniknya yang dikirimkan kepada Republika, Rabu (24/6) menyebutkan, dalam dialog tersebut KH Hasyim Muzadi menjelaskan bahwasanya Rasulullah sudah mengetahui nantinya bentuk negara akan sangat beragam, dan Islam harus bisa masuk ke dalam keragaman itu.

“Itulah mengapa Rasulullah tidak menyebutkan Daulah Islamiyah, tapi Perjanjian Madinah, karena bentuk negara ke depannya akan sangat bermacam-macam dan Islam harus masuk ke dalam semuanya,” kata Agususanto mengutip Hasim Muzadi.

Mengapa umat Islam di Indonesia bisa bersanding dengan penganut agama lain dalam sistem demokrasi? KH Hasyim Muzadi menjawab karena Islam yang masuk ke Indonesia adalah Ahlussunnah wal jama’ah, yang diracik oleh guru-guru dan ulama terdahulu untuk melayani kondisi Indonesia. “Islam di Indonesia berakidah Asya’irah yang tidak mengkafirkan orang yang berbeda pendapat,” ujar Hasyim Muzadi.

Terkait perbedaan pendapat NU dan Muhammadiyah, Hasyim Muzadi  mengatakan hal itu adalah wajar. “NU dan Muhammadiyah Iedul Fitrinya sama, cuma tanggalnya yang berbeda. Itu biasa, hanya masalah cabang (furu’). Baru kalau sudah masuk ke masalah pokok agama, itu harus didiskusikan secara ilmiyah, bukan ngawuriyah,” papar Hasyim.

Agus mengungkapkan para peserta sangat antusias mengikuti dialog kebangsaan tersebut. “Rasanya mahasiswa Indonesia di Mesir belum cukup menikmati pencerahan dari ulama besar ini, namun karena jadwal beliau yang begitu padat, setelah lawatan ke Jenewa dan Den Haag, dialog yang berlangsung kurang lebih dua jam itu harus  diakhiri,” kata Agususanto.

Di akhir akhir surat elektroniknya, Agus mengutip kalimat penutup sekaligus pesan  dari KH Hasyim Muzadi untuk Masisir,  “Anak-anakku mahasiswa al-Azhar, tantangan Islam ada dua, yakni ekstremis dan liberalis. Kalian harus bisa menghadapi itu sebab al-Azhar adalah benteng wasatiyah (moderat) dalam dunia Islam.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement