Jumat 20 Feb 2015 13:11 WIB

Mahasiswa 'Nyambi' Jadi Wartawan, Kenapa tidak?

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Dwi Murdaningsih
sekelompok wartawan sedang mewawancarai narasumber (ilustrasi)
Foto: GodReadIndonesia/Jaka Santana
sekelompok wartawan sedang mewawancarai narasumber (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Siang itu, Risal berlari dari tempat parkir motor. Tidak seperti biasanya, dia enggan singgah mamasuki ruangan pers room tempat dia biasa menaruh tas dan jaket. Dengan bergegas dia memilih menaiki tangga kantor pemerintahan provinsi untuk mengejar sebuah acara pertemuan antara gubernur dengan  perwakilan kedutaan besar Korea Selatan.

"Masih adakah agenda dengan dubes Korsel?," tanya Risal kepada wartawan lain dengan napas sedikit ngos-ngosan.

Beberapa wartawan yang berada di atas tangga pun berhasil menenangkan Risal karena pertemuan yang dia kejar masih berlangsung. Artinya dia tidak akan ketingalan isu apa yang dibahas dalam agenda tersebut. Ini juga mengartikan dia bisa melontarkan pertanyaan kepada Gubernur maupun dubes Korea Selatan dengan isu yang dibawanya.

Melihat Risal terlambat dan berlari seperti atlet, para wartawan tidak keheranan. Pasalnya ini bukanlah kejadian yang pertama kali. Sebagai seorang wartawan media cetak, ia kerap terlambat melakukan peliputan. Bukan karena dia malas. Tapi dia harus membagi waktu dengan jadwal kuliah yang semakin padat di semester ke-6. Terlebih hari Senin perkuliahannya cukup padat.

Ya, sebagai wartawan, Risal juga ternyata masih terdaftar menjadi mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi Makassar. Sejujurnya, pria kelahiran Pare-pare ini tidak memiliki dasar jurnalistik untuk menjadi seorang wartawan. Meski demikian, keikutsertaan dia sebagai wartawan internal di kampus berhasil membawa dirinya berkecimpung di dunia wartawan untuk satu media lokal Sulawesi Selatan.

"Memang sangat sulit mengatur waktu. Terkadang saya harus merelekan tidak ikut perkulihan. Kadang saya tidak liputan. Lebih sering saya pulang malam untuk liputan dan sekedar mengerjakan tulisan maupun rapat redaksi," jelasnya.

Mengenai penyebab dia melakoni pekerjaan wartawan disaat mata pelajaran menunggu dia di dalam kelas, Risal mengatakan bahwa ia menyenangi kegiatan sebagai pencari berita ketimbang harus suntuk mendalami ilmu robot yang menjadi jurusanya di kampus.

Namun nyatanya Risal tidak sendirian menjalani aktivitas ini. Beberapa media lokal Sulsel juga memperkerjakan mahasiswa untuk menjadi 'kuli tinta.

Wiwi Amaluddin misalnya. Mahasiswi salah satu univesitas Islam ternama di Makassar ini telah menjalani dua kegiatan bertolak belakang sejak menginjak semester II. Lebih mencengangkan karena dia telah merasakan beberapa media cetak berbeda, termasuk sempat magang di stasiun Televisi lokal.

Menurut remaja asal Bone ini, menjalani aktivitas sebagai mahasiswa dan wartawan bukanlah hal mudah. Namun beruntung media yang menaungi dia tidak mempersoalkan saat dia harus bolos melakakukan peliputan karena ada perkuliahan yang dia ikuti. Untuk menggantikan peliputan, redaktur akan terjun langsung menggantikan perannya.

Namun Wiwi menikmati kegiatan yang dia lakukan. Setelah hampir dua tahun menjalani pekerjan sebagai wartawan sekaligus kuliah, dia merasa mempunyai ilmu lebih baik ketimbang teman sekelasnya di jurusa ilmu komunikasi. Pasalnya teori yang didapatkan dalam perkuliahan bisa langsung diaplikasikan pada dunia nyata.

"Relasi juga tambah banyak. Kadang sudah ada yang menawarkan pekerjan pas kita masih kuliah. Ada juga yang menawari setelah kita lulus kuliah. Enak kan," ungkap Wiwi.

d

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement