Ahad 27 Jan 2019 18:13 WIB

Indonesia Perlu Perlindungan untuk Pemegang Saham Minoritas

Struktur kepemilikan di pasar modal sangat terkorporasi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi (tengah), usai menjalani ujian doktor di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM).
Foto: Wahyu Suryana.
Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi (tengah), usai menjalani ujian doktor di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi menilai, konflik ekspropriasi saham banyak terjadi di Indonesia. Karenanya, penting menghadirkan perlindungan bagi pemilik saham minoritas.

"Mereka yang mempunyai hak kepemilikan lebih kecil, tapi punya hak kendali yang lebih besar," kata Friderica, saat memaparkan hasil penelitiannya saat ujian doktor di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Ia mengatakan, selama penelitian ditemukan kalau kepemilikan sektor saham di Indonesia sangat terkonsentrasi. Selain itu, struktur kepemilikan di pasar modal sangat terkorporasi.

Kondisi itu yang disebut banyak memunculkan konflik. Sebab, Friderica merasa, posisi pemilik saham dan pengendali saham masih banyak dipahami berbeda di pasar modal Indonesia.

Padahal, pemilik saham minoritas sebenarnya memiliki kemampuan mengendalikan yang sama melalui hak voting. Tapi, struktur piramid berjenjang, bisa membuat hak itu berkurang.

Terlebih, perlindungan investor di Indonesia yang menganut civil law masih sangat lemah. Sebab, mereka yang memiliki saham mayoritas memiliki kemampuan kepemilikan saham yang berjenjang-jenjang.

Hal itu sedikit banyak dikarenakan pemahaman tentang posisi pemilik saham dan pengendali saham masih berbeda. Untuk Indonesia, ia menemukan, kondisi itu banyak menimbulkan konflik pemegang saham mayoritas dan minoritas.

"Padahal, kalau Indonesia memiliki perlindungan bagi pemilik saham minoritas, akan membuat sinyal positif karena mereka yang berusia muda akan lebih berani berinvestasi," ujar Friderica.

Ujian doktor terbuka Friderica sendiri dipimpin Dekan Sekolah Pascasarjana UGM, Siti Malkhamah. Hadir pula Promotor Eduardus Tandelilin, serta Ko-Promotor Djokosantoso Moeljono dan Jangkung Handoyo Mulyo.

Pada kesempatan itu, Ko-Promotor Jangkung Handoyo Mulyo mempertanyakan kebaruan penelitian yang dilakukan.

"Kebaruan itu dapat menilai apakah penelitian kita dapat disumbangkan untuk ilmu pengetahuan," kata Jankung.

Menurut Friderica, penelitiannya memberikan kebaruan dalam pengungkapan struktur kepemilikan dan tipologi saham di Indonesia. Ia merasa, penelitian yang selama ini ada masih kurang lengkap.

Ia berpendapat, penelitian terkait itu yang selama ini ada masih sekadar menghubungkan dengan deviden perusahaan. Sedangkan, penelitian yang Friderica lakukan bersifat nonperbankan.

"Jadi penelitian ini melengkapi studi-studi sebelumnya," ujar Friderica.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement