Kamis 03 Jan 2019 21:25 WIB

Menristekdikti Usulan PTNBH tak Bayar Pajak Penghasilan

Diharapkan PTNBH dapat alokasikan anggaran lebih banyak untuk fasilitas pembelajaran.

Menristekdikti Mohamad Nasir (kanan) menyaksikan sejumlah Rektor Perguruan Tinggi Negeri menandatangani nota kesepahaman di sela-sela Pertemuan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) 2018 di Gedung Pusat Riset Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/4).
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Menristekdikti Mohamad Nasir (kanan) menyaksikan sejumlah Rektor Perguruan Tinggi Negeri menandatangani nota kesepahaman di sela-sela Pertemuan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) 2018 di Gedung Pusat Riset Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengusulkan agar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) tak perlu membayar pajak penghasilan.

"Kalau PTNBH disuruh bayar PPh pasal 25 (Undang-Undang Pajak Penghasilan), permasalahannya ada di mahasiswa lagi. Saya sudah lapor ke Menkeu. Beliau akan tinjau kembali," kata Menristekdikti pada saat pembukaan rakernas Kemenristekdikti di Semarang, Kamis (3/1).

PTNBH yang memiliki otonomi dalam mengembangkan program studi diharapkan Menteri Nasir tidak diberatkan dengan pajak yang seharusnya dibayarkan oleh orang pribadi yang memiliki usaha dan badan usaha (perusahaan). Diharapkan PTNBH dapat alokasikan anggaran lebih banyak untuk fasilitas pembelajaran.

"PTNBH termasuk Perguruan Tinggi Negeri, ditugasi Pemerintah meningkatkan mutu dengan sistem pembelajaran yang dilakukan secara mandiri, tapi kalau ini dikenakan Pajak sebagai Penghasilan, padahal dana yang diterima dari masyarakat, ini masalah," ungkap Menteri Nasir.

Selain dalam perpajakan bagi PTNBH, Menteri Nasir juga memudahkan pendirian program studi yang dibutuhkan oleh industri, walaupun program studi tersebut belum ada dalam Keputusan Menristekdikti Nomor 257/M/KPT/2017 tentang daftar nama atau nomenklatur program studi yang dapat dibuka pada perguruan tinggi di Indonesia.

"Dulu kalau tidak ada di (daftar) nomenklatur, prodi tidak bisa dibuka. Sekarang jika tidak ada dalam daftar itu, perguruan tinggi akan membuka prodi sesuai kondisi nyata, silahkan. Yang penting permintaannya ada. Industri yang gunakan ada. Contoh prodi yang akan dibuka itu jurusan tentang kopi, silakan saja. Ini di Sulawesi Selatan. Di Aceh juga akan ada yang buka Prodi Kopi," ungkap Menteri Nasir.

Dengan kemudahan membuka program studi baru, Menteri Nasir berharap perguruan tinggi negeri dan swasta mencari potensi daerah yang dapat dipelajari sehingga potensi tersebut dapat dikomersialkan lebih baik.

Ketua Umum Rakernas 2019, Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti, Ainun Na¿im mengatakan tema yang diangkat pada setiap Rakernas disesuaikan dengan tantangan riset, teknologi dan pendidikan tinggi yang selalu berkembang dari tahun ke tahun.

Ainun menambahkan bahwa tema "Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang Terbuka, Fleksibel, dan Bermutu" sesuai dengan tantangan yang dihadapi di era Revolusi Industri 4.0. Iptek dan inovasi membutuhkan keterbukaan dan fleksibilitas yang tinggi untuk memicu kreativitas untuk menghasilkan inovasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement