Rabu 14 Nov 2018 15:02 WIB

UII Wacanakan Pendirian Sekolah Vokasi

Ke depan, pendidikan vokasi dan akademik harus diperjelas perbedaannya.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
Foto: Republika/Heri Purwata
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid mengatakan kebutuhan tenaga terampil di masa depan sangat banyak. Sehingga tidak menutup kemungkinan UII akan mengembangkan Sekolah Vokasi. Saat ini, UII memiliki empat Program Studi Vokasi atau D3 yaitu D3 Analisis Kimia, Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, dan Manajemen Perusahaan.

“Kita juga akan membicarakan bentuk sekolah vokasi, penggunaan ruangan dan lain-lain dengan Yayasan. Sekolah Vokasi itu spesifik, sehingga dibutuhkan sertifikasi sesuai dengan keahliannya. Misalnya, D3 Teknik Industri, bisa di bidang logistik, industri spesifik dan lain-lain,” kata Fathul Wahid ketika membuka Seminar Nasional Vokasi Indonesia, Selasa (13/11) lalu.

Di era disrupsi, kata Fathul, pendidikan vokasi harus bisa merevitalisasi diri. Sebab saat ini, perbedaan pendidikan vokasi dan akademi sangat tipis. Ke depan, pendidikan vokasi dan akademik harus diperjelas perbedaannya, mulai dari filosofi dasar, kurikulum, cara mengajar, termasuk jalur karier lulusan. 

Menurut Fathul, pendidikan vokasi bukan kelas dua, tetapi ini masalah pilihan mahasiswa yang terkait dengan karier ke depan dan lain-lain. “Mahasiswa yang memilih vokasi, merupakan pilihan sadar bahwa ia mau berkarier di bidang itu, untuk jalur yang lebih cepat dan lain-lain,” katanya.

Sementara Hotma mengatakan Pendidikan Vokasi adalah pendidikan yang berorientasi pada penerapan ilmu untuk menyelesaikan masalah secara praktis, namun sistematik dan terukur. “Pendidikan Vokasi itu menerapkan ilmu, sedangkan pendidikan akademik menekankan pengembangan ilmu,” kata Hotma.

Menurut Hotma, saat ini, pendidikan yang ada di Indonesia dinilainya sebagai kapitalisasi pendidikan. Sehingga outputnya menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap bangsa lain yang konsep ekonominya kapitalis. Tidak terwujud kedaulatan di bidang sumber daya manusia (SDM), teknologi dan produk. 

“Melalui pendidikan vokasi mampu membangun kedaulatan bangsa di bidang SDM, teknologi, dan produk,” kata Hotma Prawoto yang juga Penasehat Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Menurut Hotma, Sekolah Vokasi mulai berkembang tahun 1991 dengan pendirian Prodi Diploma 3 di sejumlah perguruan tinggi. Sedang UGM mulai mengembangkan Sekolah Vokasi tahun 2009.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement