Sabtu 27 Oct 2018 17:29 WIB

Aktivis Kampus Generasi Milenial Harus Perkuat Intelektual

Aktivis kampus kebanjiran informasi, tetapi tak mampu urai problem sosial.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi mahasiswa ketika melakukan aktivitas unjuk rasa.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi mahasiswa ketika melakukan aktivitas unjuk rasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan aktivis kampus generasi milenial mengalami kompleksitas problema. Kendati demikian, hal tersebut tidak seharusnya mengendurkan kewajiban mereka untuk tetap memperkuat tradisi intelektual.

Ubedilah menjelaskan kompleksitas aktivis generasi milenial lantaran sekarang ini kita berada era disrupsi, yang membuat mereka kebanjiran informasi yang tidak sepenuhnya valid. Kondisi itu membuat aktivis generasi milenial berada pada situasi minimnya kedalaman ontologis.

Baca Juga

“Sangat jarang saya menemukan generasi milenial mampu mengurai problem sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan secara utuh. Itu artinya mereka terjerat pada minimnya kedalaman ontologis," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/10).

Untuk itu, Ubedilah meluncurkan buku berjudul "Menjadi Aktivis Kampus Zaman Now: Intelektualitas Gerakan, Godaan Kekuasaan dan Masa Depan Aktivis". Buku ini kemudian dibedah di acara diskusi memperingati Sumpah Pemuda di NEC English Cafe Utan Kayu Jakarta Timur, Jumat (26/10).

Ubedilah mengatakan, buku karyanya dapat menjadi panduan aktivis kampus era milenial karena merupakan jawaban dari kegelisahan generasi milenial. Panduan yang ditawarkannya, di antaranya pentingnya penguatan tradisi intelektual dengan memperkuat budaya baca, diskusi, meneliti, dan menulis.

Selain itu, ia juga menyarankan aktivis kampus era milenial peduli sesama karena dengan budaya tersebut akan terbentuk nalar kritis yang konstruktif dalam bentuk pemikiran kritis yang kuat. "Budayakan critical thinking (berpikir kritis), karena ini adalah modal penting generasi milenial untuk memiliki kemampuan adaptasi dan inovasi untuk menjawab tantangan zamannya," ujar dia.

photo

Sejumlah aktivis 1998 menggelar diskusi soal aktivis generasi milenial di Jakarta, Jumat (27/10). Acara ini dihadiri Ubedilah Badrun yang sekarang menjadi akademisi UNJ, Sarbini, Hanry Basel, dan Masinton Pasaribu yang sekarang duduk di kursi parlemen.

Kedua, Ubedilah menjelaskan, aktivis mahasiswa milenial perlu bersinergi berjejaring berkolaborasi dengan berbagai elemen mahasiawa dan masyarakat. Ketiga, aktivis mahasiswa milenial perlu memiliki kesadaran kuat untuk menghargai keragaman.

Keempat, aktivis mahasiswa milenial dalam melakukan gerakan harus dibingkai dalam kerangka mengutamakan national interest (kepentingan nasional). Kelima, aktivis mahasiswa milenial memerlukan data yang valid yang terintegrasi dalam sistem big data yang dibuat.

Kelima, aktivis mahasiswa milenial perlu memiliki tradisi spiritual yang baik. Keenam, aktivis mahasiswa milenial perlu memiliki tradisi kepekaan sosial yang baik. Sebab, tradisi kepekaan sosial itu melatih mereka untuk responsif terhadap berbagai persoalan sosial disekitarnya.

"Buku ini, meski belum utuh menarasikan kebutuhan generasi milenial, tetapi kehadirannya bisa menjadi panduan bagi aktivis kampus generasi milenial," ujar Ubedilah.

photo
[Ilustrasi] Mahasiswa harus bisa menjawab tantangan era disrupsi dan menghadirkan solusi atas problema di masyarakat.

Diskusi buku karya Ubedilah itu digelar Komunitas Mazhab Rawamangun (KMR) dan dihadiri beberapa pentolan aktivis 1998 yakni Sarbini, Hanry Basel, Ubedilah sebagai penulis buku, dan Masinton Pasaribu yang kini duduk di parlemen.

Masinton Pasaribu mengemukakan, nilai-nilai aktivis seperti sikap antikorupsi dan antipenindasan seharusnya dimiliki oleh aktivis zaman kapanpun termasuk zaman milenial. Ini juga seharusnya diadopsi oleh mereka baik yang berada di luar kekuasaan maupun di dalam kekuasaan.

Di sisi lain, Sarbini, aktivis 98 yang sempat merasakan kerasnya represi kekuasaan Orde Baru, mengapresiasi buku karya Ubedilah Badrun yang dinilainya bisa menjadi panduan bagi aktivis mahasiswa zaman now. Namun, menurutnya, ada bab yang bahasanya terlalu tinggi untuk anak milenial.

Dalam diskusi yang dipandu Hanry Basel selaku koordinator pendudukan gedung DPR/MPR pada 1998 ini, ada poin yang dapat diambil usai mengurai berbagai problem yang dihadapi generasi milenial. Poinnya adalah, aktivis kampus zaman now memerlukan panduan di tengah hiruk pikuk hidup di era disrupsi saat ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement