Kamis 04 Oct 2018 17:51 WIB

Wardiman Djojonegoro Ingatkan Pentingnya Apresiasi Budaya

Perlu dilakukan sosialisasi sejarah Panji kepada masyarakat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Wardiman Djojonegoro (kiri) saat mengisi seminar nasional di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Foto: Dokumen.
Wardiman Djojonegoro (kiri) saat mengisi seminar nasional di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar seminar nasional menghadirkan Wardiman Djojonegoro. Dalam paparannya, mantan Menteri Pendidikan itu menekankan pentingnya penghargaan terhadap kebudayaan.

Wardiman turut mengomentari pengajuan naskah Panji dalam Memory of the World (MOW) oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Pengajuan itu dirasa sebagai penekanan Indonesia memiliki budaya tinggi yang patut diapresiasi.

"Budaya ini berdampak besar selama tujuh abad kepada daerah tertentu yaitu Asia Tenggara, ini merupakan kebanggaan Indonesia sekaligus membuka dasar penelitian dan pengembangan budaya Panji di Indonesia dan dunia," kata Wardiman.

Ia mengingatkan, UNESCO memiliki tiga penghargaan warisan budaya, Tangible Cultural Heritage atau Warisan Dunia Benda, Intangible Heritage atau Warisan Budaya Bukan Benda, dan Memory of the World atau Warisan Dunia Naskah Kuno.

"Ada 76 koleksi naskah Panji yang diusulkan oleh Perpusnas kepada UNESCO," ujar Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjajaran tersebut.

Selain itu, Perpusnas mengajak beberapa negara di Asia dan Eropa yang memiliki naskah Panji untuk memperkuat nominasi. Mulai Malaysia, Kamboja, Thailand, British Library, sampai Leiden University.

Keputusan MOW akan diumumkan UNESCO bulan ini. Karenanya, Wardiman merasa perlu dilakukan sosialisasi sejarah Panji kepada masyarakat melalui media Kebangkitan Panji dirasa dapat pula dikaitkan fungsi ekonomi dan pariwisata.

Utamanya, sebagai daya tarik. Misalnya, dijadikan tarian Panji, topeng Panji, wayang Panji, beber Panji, dan sebagainya. Ia menegaskan, narasi Panji perlu disesuaikan selera kekinian agar digemari beragam kalangan. "Tidak hanya orang tua, namun kawula muda," kata Wardiman.

Senada, mantan ketua LIPI, Taufik Abdullah menekankan, sejarah lokal haruslah dimulai dari sejarah nasional karena sifatnya pengetahuan umum. Artinya, mempelajarinya tidak bisa langsung menulis sejarah yang ada di sekitar.

Memiliki wawasan sejarah dunia dan ilmu bantu yang relevan dalam penelitian sejarah lokal jadi keharusan. Dalam menelitinya, pertanyaan apa, di mana, kapan, siapa, dan bagaimana harus digali secara hati-hati.

"Dan dalam meneliti sejarah lokal peneliti harus memiliki pendekatan antropologis, sosiologis, bahkan psikologis," ujar Taufik.

Seminar bertema Peran Sejarah Lokal dalam Membangun Generasi Emas 2045. Seminar digelar Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah, dibuka Dekan FIS UNY Ajat Sudrajat dan diikuti 170 peserta dari Jawa Tengah dan DIY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement