Rabu 22 Aug 2018 00:31 WIB

IPB Kembangkan Aplikasi Deteksi Potensi Kebakaran Hutan

Sistem FRS yang dikembangkan IPB saat ini baru mencakup 10 provinsi.

Kebakaran di lahan hutan di Gililawa Darat, Manggarai Barat.
Foto: Youtube
Kebakaran di lahan hutan di Gililawa Darat, Manggarai Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kebakaran hutan dan lahan adalah salah satu bencana yang paling terkait dengan iklim di Indonesia. Besarnya dan intensitas kebakaran meningkat cukup signifikan di musim kemarau yang berkepanjangan. Kebakaran telah menimbulkan dampak yang sangat besar pada berbagai sektor di Indonesia, kesehatan, pertanian, penerbangan, habitat satwa, dan lingkungan global yaitu emisi karbon yang sangat besar.

Kebakaran pada tahun 2015 dikatakan sebagai "bencana lingkungan terbesar abad ke-21".  Sekitar 1,7 juta hektar hutan dan perkebunan hilang, diperkirakan 43 juta orang terkena asap, dan banyak terkena infeksi saluran pernafasan akibat polusi udara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mengestimasi kerugian akibat kebakaran tahun 2015 mencapai Rp 211 triliun. Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan dana penanggulangan sebesar Rp 850 miliar.

Sistem peringatan dini kebakaran yang ada saat ini masih bersifat jangka pendek, yaitu dengan kemampuan prakiraan hanya antara 1-7 hari ke depan, seperti Fire Danger Rating Index (FDRS) yang sudah digunakan saat ini. Keberadaan sistem peringatan dini yang dapat memberikan informasi peringatan lebih awal dengan selang waktu musiman (1-6 bulan ke depan) akan lebih efektif.

 

Menjawab tantangan ini, Pusat Risiko Iklim dan Manajemen Peluang di Asia Tenggara Pasifik (CCROM-SEAP) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) sejak tahun 2008 telah melakukan riset pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan berbasis musiman bersama dengan International Research Institute for Climate and Society (IRI), Earth Institute - Columbia University, AS,  dengan dukungan dana dari USAID melalui Program Kemitraan Universitas (University Partnership).

“Kami mengembangkan sistem peringatan dini kebakaran lahan dan hutan berbasis musiman yang kami sebut dengan Sistem Risiko Kebakaran (Fire Risk System atau FRS).  FRS diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah untuk membantu mengantisipasi dan mencegah kebakaran lahan dan hutan melengkapi sistem informasi peringatan dini jangka pendek, yaitu skala harian (1-7 hari ke depan) seperti FDRS dan SiPongi,” ujar Prof  Dr  Ir  Rizaldi Boer, kepala CCROM LPPM IPB saat konferensi pres di Ruang Sidang Rektor Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Selasa (21/8).

Ia menambahkan. peta prakiraan tingkat risiko kebakaran lahan dan hutan memiliki resolusi yang cukup tinggi yaitu 5 x 5 kilometer untuk provinsi dan 1 x 1 kilometer untuk kabupaten. "Informasi prakiraan risiko kebakaran di-update setiap pertengahan bulan dengan waktu prakiraan satu sampai enam bulan ke depan," kata Rizaldi dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (21/8).

 

Sistem FRS yang dikembangkan IPB saat ini baru mencakup 10 provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Jambi dan Lampung) dan delapan kabupaten terpilih di provinsi Riau dan Kalimantan Tengah, yaitu Siak, Bengkalis, Rokan Hilir, Dumai, Pulang Pisau, Kapuas, Palangkaraya, dan Barito Selatan.

Sebagai contoh, kata Rizaldi,  hasil prakiraan FRS terhadap tingkat kebakaran di Kabupaten Bengkalis, salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang sangat sering mengalami bencana kebakaran. Tingkat risiko kebakaran bulan Agustus sampai November 2018 pada beberapa lokasi termasuk tinggi. Secara umum tingkat risiko kebakaran sudah mulai menurun pada waktu memasuki bulan November.

 

Pada bulan September 2018, diprakirakan sekitar 100 ribu hektar memiliki tingkat risiko kebakaran tinggi. Lebih dari 60 persen wilayah ini berada di lima desa yaitu, Tasik Serai, Bandar Jaya, Tanjung Kapal, Bukit Kerikil dan Tioti Akar.

“Selain kerugian materi, kebakaran hutan juga menimbulkan asap yang berbahaya untuk kesehatan manusia. Padahal saat ini Indonesia sedang memiliki hajatan besar Asian Games. Tentu pemerintah harus mengantisipasi agar tidak terjadi kebakaran hutan di daerah sekitar lokasi pelaksanaan Asian Games 2018,” ujarnya.

Ia mengemukakan, prakiraan risiko kebakaran untuk Provinsi Sumatra Selatan yang menjadi tempat pelaksanaan Asian Games, pada Agustus dan September memiliki tingkat risiko kebakaran sangat tinggi yaitu di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Wilayah dengan tingkat risiko kebakaran sangat tinggi di bulan Agustus mencapai lebih dari 150 ribu hektar yang tersebar. “Oleh karena itu wilayah ini perlu mendapat prioritas dalam pelaksanaan upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement