Selasa 10 Jul 2018 15:34 WIB

Menristekdikti Klaim Publikasi Riset Ungguli Singapura

Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan dasar inovasi.

Menristekdikti, Prof. Muhammad Nasir ketika menjadi Keynote Speaker dalam Lokakarya Akademik-1: Re-Orientasi Kurikulum IPB Menghadapi Era Industri 4.0, Senin (4/5) di Kampus IPB Dramaga.
Foto: Dok Humas IPB
Menristekdikti, Prof. Muhammad Nasir ketika menjadi Keynote Speaker dalam Lokakarya Akademik-1: Re-Orientasi Kurikulum IPB Menghadapi Era Industri 4.0, Senin (4/5) di Kampus IPB Dramaga.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan publikasi riset peneliti Indonesia di jurnal internasional per Juli 2018 sudah melebihi Singapura. Ke depannya, hasil penelitan diharapkan menjadi bahan dasar inovasi di kehidupan maupun industri

"Tahun 2018 per bulan Juli, Indonesia 13.250, Singapura 12.450. Berarti kita sudah di atas Singapura," katanya pada acara penganugerahan Penghargaan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie (BJHTA) 2018 di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, Selasa (10/7).

Dia menjelaskan, sebelumnya Indonesia berada di urutan empat pada peringkat publikasi ilmiah di kawasan Asia Tenggara, di bawah Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Pada 2015 publikasi riset peneliti Indonesia hanya 5.400 jurnal, sedangkan Thailand memublikasikan 9.500 riset.

Nasir menerangkan Indonesia berhasil mengungguli jumlah publikasi ilmiah Thailand pada 2017 dengan jumlah riset Indonesia 18.500 jurnal, sedangkan Thailand 16.200 jurnal. Menurut Nasir, hasil penelitan merupakan bahan dasar untuk menjadi suatu inovasi yang ke depannya bisa diterapkan di kehidupan maupun industri.

"Ke depan riset kita dorong dan inovasi menjadi 'output' riset. Jangan sampai inovasi hanya di hasil publikasi saja, tapi harus jadi terapan," katanya.

Ia berpendapat suatu riset harus bisa dihilirisasi dan kemudian dikomersialisasi sebagai tujuan utama dari penelitian itu. Dia juga menjelaskan bahwa riset dan inovasi harus diintegrasikan di semua kementerian-lembaga yang mengurusi bidang penelitian.

Disintegrasi riset tersebut, kata Nasir, membuat anggaran yang dialokasikan untuk penelitian dan inovasi tidak terserap secara optimal. "Riset yang ada biayanya dikeluarkan APBN Rp 24,9 triliun di seluruh kementerian-lembaga. Namun dari Rp 24,9 triliun yang jadi riset inovasi hanya Rp 10,9 triliun," kata Nasir. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement