Rabu 23 May 2018 11:27 WIB

Mahasiswa Dinilai Rentan Terkena Paham Radikal

Kemenristekdikti merancang kurikulum kebangsaan untuk menangkal paham radikal.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Situs yang menyerukan radikalisme. Ilustrasi
Foto: AP
Situs yang menyerukan radikalisme. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Asrorun Niam Sholeh mengajak para pemuda di Indonesia bangkit melawan terorisme dan radikalisme. Ini menyusul munculnya aksi terorisme yang terjadi di sejumlah tempat belakangan ini.

Ni'am mengatakan salah satu caranya dengan memperkuat pemahaman keagamaan moderat di kalangan pemuda dan mahasiswa. Mahasiswa perlu dibidik mengingat mereka yang mudah terkena paham radikal cukup banyak akibat kondisi yang labil.

"Berdasarkan data yang dihimpun pada 2016 dari BNPT, pelaku tindak terorisme 16,4 persen di antaranya berlatar belakang mahasiswa," kata Asrorun, Rabu (23/5).

Menurut Ni'am, hal ini PR bersama dan pendekatan penanganan kasus terorisme terhadap usia muda tidak cukup dengan pendekatan punitif, penghukuman atau pembalasan. Tapi bagaimana langkah restoratif dan pemulihan, penyadaran dilakukan.

Niam melanjutkan, mahasiswa rentan terkena paham radikal karena kondisinya labil yang sedang mencari jati diri. Mereka yang haus masalah keagamaan, rentan salah cari teman dan guru untuk menimba ilmu. Jika mendapat guru yang salah selama membimbingnya, itu bisa berbahaya lantaran dari situlah doktrin radikalisme bersemai.

"Jadi perlu penguatan pemahaman keagamaan yang moderat di kalangan mereka," tutur mantan aktivis mahasiswa 98 ini.

Pihaknya akan fokus untuk menanggulangi agar paham radikal tak bersemai di kalangan pemuda Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan cara pendidikan bela negara melalui apel kebangsaan dan kemah pemuda. Wawasan kebangsaan dan pendidikan bela negara perlu dikuatkan seiring makin longgarnya semangat kebangsaan akibat perubahan sosial yang cepat.

"Ini menjawab dua masalah sekaligus, radikalisme dan liberalisme di kalangan muda. Akan tetapi, polanya harus dikemas dengan kekinian, sesuai dengan tren generasi millenial," jelas dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini.

Pihaknya juga siap memberikan dukungan fasilitasi kegiatan yang dilakukan organisasi kepemuda (OKP) untuk menumbuhkan pemahaman keagamaan yang moderat. Organisasi kepemudaan perlu hadir untuk memenuhi kebutuhan akan dahaga para pemuda dalam hal keagamaan.

"Perlu sajian menu keagamaan yang sesuai kebutuhan riil mereka, tapi dengan mengarusutamakan wasathiyyah," katanya.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir telah merancang sistem kurikulum  pendidikan umum untuk menangkal pemahaman radikalisme di perguruan tinggi. Kurikulum tersebut nantinya akan memuat pemahaman kebangsaan.

Nasir menjelaskan, dalam wawasan negara tersebut, ada empat pilar kebangsaan yang harus dipelajari semua mahasiswa, yakni masalah NKRI harga mati, Pancasila sebagai ideologi, UUD 1945 sebagai dasar pemikiran, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Tapi, itu semua tidak cukup dalam pembelajaran, implementasikan dalam sehari-hari,” kata Nasir.

Nasir menekankan, dosen memiliki peran sentral untuk menangkal radikalisme. Karena itu, dia mengimbau agar para dosen tidak melakukan kegiatan yang dilarang oleh negara.

Menteri pun mendorong dosen agar terus proaktif menyosialisasikan wawasan kebangsaan ketika berinteraksi dengan mahasiswa, baik sosialisasi yang dilakukan ketika proses belajar mengajar maupun melalui jalur lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement