Selasa 15 May 2018 16:16 WIB

Di-Bully, Diremehkan, Lalu Juara Tapak Suci Nasional

Tapak Suci UAD terus berprestasi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Dadang Arif Dwi Saputra, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang meraih juara umum Tapak Suci di Institut Pertanian Bogor (IPB) Open.  Mahasiswa FKIP PPKN UAD itu mengalahkan 340 lawan dari 32 PTN dan PTS se-Indonesia dan meraih Piala MPR RI.
Foto: Dok Pribadi
Dadang Arif Dwi Saputra, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang meraih juara umum Tapak Suci di Institut Pertanian Bogor (IPB) Open. Mahasiswa FKIP PPKN UAD itu mengalahkan 340 lawan dari 32 PTN dan PTS se-Indonesia dan meraih Piala MPR RI.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kenangan pahit masa lalu memang kerap menjadi suplemen meraih juara pada masa depan. Hal itu dibuktikan Dadang Arif Dwi Saputra, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) PPKN Universitas Ahmad Dahlan (UAD) saat meraih perak pada kejuaraan Tapak Suci di Bogor.

Tapak Suci merupakan satu dari tiga anak organisasi yang dimiliki Muhammadiyah. Dadang telah bergabung dalam otonom bela diri Tapak Suci sejak sekolah dasar karena kerap mendapat bullying.

"Pikiran anak kecil saja sebenarnya, SD sering di-bully, ikut bela diri intinya buat balas dendam waktu itu," kata Dadang kepada Republika, Selasa (15/5).

Setelah itu, seorang pelatih yang mengembangkan nilai-nilai keluruhan dalam Tapak Suci mengarahkan minat Dadang ke dalam prestasi. Sejak SMP, ia diajak melupakan kenangan pahit yang diterimanya saat SD.

Ia bersyukur, kesukaannya mengikuti bela diri berlanjut sampai mahasiswa. Sejak dulu, satu per satu panggung bela diri ditaklukkannya mulai seleksi Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, sampai nasional. "Kemarin di IPB Open memperebutkan Piala MPR RI, kita berkesempatan menjadi juara, alhamdulillah," ujar Dadang.

Padahal, lanjut Dadang, sebelum berangkat mengikuti kompetisi, suara-suara pesimistis kerap terdengar. Dadang kerap diragukan mampu bersaing, apalagi mengalahkan perguruan tinggi lain yang memiliki fakultas olahraga.

Namun, semua itu dibuktikan Dadang dengan mampu mengalahkan 340 lawan yang berasal dari 32 perguruan tinggi swasta dan negeri di Indonesia. Termasuk, kampus-kampus yang memang memiliki fakultas olahraga. "Tapi, sejak 2016-2017 saya diamanahkan sebagai ketua, saya jawab saya balikkan," kata Dadang.

Selama itu, Tapak Suci UAD terus berprestasi. Juara kedua di Surabaya, juara ketiga di Piala Presiden UPN, sampai meraih prestasi maksimal di Medan. Di sana, UAD yang mengirim tujuh atlet mampu meraih tujuh emas.

"Bahagia, karena itu sudah jawaban dari proses yang kita jalani, itu hasil usaha-usaha kita semaksimal mungkin dari setiap hari latihan, ini jawaban, sekarang kita diperhitungkan di kancah nasional," ujar Dadang.

Walau belum ada fasilitas olahraga yang memadai di UAD, Dadang bersama teman-teman Tapak Suci UAD senantiasa berlatih di kampus. Tepatnya, di ruangan pendaftaran yang biasanya berjajar bangku-bangku.

Sebelum latihan, Dadang bersama teman-temannya harus terlebih dulu membereskan bangku-bangku dan memasang matras. Meski begitu, terakhir, Tapak Suci UAD memiliki anggota tidak kurang dari 50 orang.

"Minimnya fasilitas tidak memengaruhi kita berprestasi. Fasilitas belum maksimal tidak masalah," kata Dadang.

Walau tidak masalah, Dadang tetap berharap ada peralatan untuk teman-teman Tapak Suci berlatih. Ke depan, ia turut berharap Tapak Suci UAD, yang pernah menggelar kejuaraan-kejuaraan bergengsi nasional, mengembalikan lagi predikat tuan rumah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement