Rabu 25 Apr 2018 18:17 WIB

Teliti Genetik pada Melasma, Betty Ekawati Raih Doktor

Betty berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude A.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Betty Ekawati Suryaningsih usai ujian terbuka program doktor di UGM.
Foto: Neni Ridarineni.
Betty Ekawati Suryaningsih usai ujian terbuka program doktor di UGM.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Selama ini, melasma cukup banyak dialami para wanita dan sulit sekali disembuhkan bahkan sering kambuh. Melasma adalah suatu hiperpigmentasi di pipi kanan kiri dan biasanya terjadi pada orang berkulit cokelat.

Kondisi itu kadang membuat seseorang minder tidak percaya diri. Ini karena adanya hiperpignemtasi yang sangat tebal atau adanya bercak-bercak di pipi.

''Dari 15 pasien yang saya temui di klinik saya, biasanya 4-5 pasien mengalami melasma,'' kata dokter Spesialis Kulit dan Kelamin RS JIH Yogyakarta dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Betty Ekawati Suryaningsih.

Hal itu ia sampaikan usai ujian terbuka Program Doktor Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Yogyakarta, di Auditorium FKKMK UGM, Rabu (25/4). Dalam ujian terbuka itu, Betty  berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude A.

Betty yang merupakan peneliti genetik pertama di Indonesia pada melasma ini  menemukan bahwa salah satu faktor penyebabnya faktor genetik, sehingga akan mudah untuk mencegahnya. ''Mencegahnya dengan menggunakan tabir surya yang dipakai pagi sampai siang. Tabir surya yang digunakan untuk berolahraga tentu saja berbeda dengan kalau hanya untuk kosmetik saja," jelas dia.

Menurutnya, beberapa penelitian melasma yang ditinjau dari beberapa faktor seperti paparan sinar matahari dan hormonal, telah banyak dilakukan. Namun belum pernah dilakukan penelitian melasma yang ditinjau dari genetik gen MCIR yang merupakan gen yang meregulasi sistem pigmentasi pada mahluk hidup.

Dari hasil penelitiannya pula menunjukkan bahwa jika ada keluarga yang mengalami melasma, maka ada faktor risiko di bawahnya akan melasma. Mekanisme kerusakan kulit karena paparan matahari dan adanya faktor genetika termasuk warna atu tipe kulit, menjelaskan terjadinya melasma pada gen MCIR dalam penelitian Betty.

"Pada penelitian ini juga terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian melasma denga polimorfisme Val92Met,''katanya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan Genotipe heterpzigot ValMet, paparan sinar matahari, dan umur, merupakan faktor risiko untuk kejadian melasma pada populasi wanita suku Jawa di Yogyakarta. Karena itu ia menyarankan perlu penggunaan tabir surya untuk para wanita yang berusia 40 tahun.

Dalam ujian terbuka program Doktor ini, sebagai promotor dan pembimbing utama yakni Hardyanto Soebono dan ketua penguji Mohammad Juffrie. Tercatat, Betty merupakan dokter ke 3.992 yang lulus ujian doktor di UGM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement