Sabtu 30 Dec 2017 22:38 WIB

Hasil Riset Perguruan Tinggi Sulit Dikomersialisasikan

Sepeda gowes listrik atau elektronik bike (e-Bike) karya mahasiswa dan dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Foto: Wilda Fizriyani/Republika
Sepeda gowes listrik atau elektronik bike (e-Bike) karya mahasiswa dan dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof Muhammad Bisri, mengakui proses komersialisasi dan hilirisasi hasil-hasil riset dari perguruan tinggi tidak mudah. Meskipun, hasil riset tersebut sudah mengantongi hak paten.

"Saat ini UB memiliki sekitar 300 produk hasil riset yang dipatenkan, bahkan terbanyak se-Indonesia. Akan tetapi, karena proses hilirisasi hingga komersialisasi yang sangat sulit, produk-produk yang sudah dipatenkan itu akhirnya stagnan, bahkan berhenti tanpa ada tindak lanjutnya," kata Prof Bisri di Malang, Jawa Timur, Sabtu.

Ia mengemukakan UB sudah melakukan uji coba untuk mengkomersialisasikan hasil riset dari para peneliti kampus itu, yakni alat deteksi dini diabetes melitus yang menjadi andalan Institut Biosains UB. Proses tersebut sudah berjalan selama tiga tahun.

Namun, lanjutnya, karena tidak bisa memproduksi massal dengan izin institusi, UB menggandeng koperasi kampus itu. Meski sudah menggandeng koperasi, pihaknya harus menggandeng pihak ketiga untuk izin edarnya. "Sehingga terbentuk kerja sama segitiga," ujarnya.

Hanya saja, katanya, sampai saat ini izin edar tersebut belum keluar. Padahal, UB sudah memproduksi alat deteksi dini (kit) untuk diabetes militus itu sudah mencapai hampir lima ribu buah.

Jika sistem kerja sama segitiga ini berhasil, kata Bisri, hasil riset akan terus digunakan dan ditindaklanjuti untuk hilirisasi dan komersialisasi produk-produk paten yang dihasilkan UB lainnya. Hal ini agar proses dan alurnya menjadi lebih jelas, yakni hasil riset dipatenkan, selanjutnya diakselerasi di Jusuf Kalla Inovation and Entrepreneur Center (JKIEC) yang baru diresmikan awal Desember ini.

Pada saat produk itu setengah jadi, katanya, baru dilakukan inkubasi di lembaga inkubator dan diproses. Kemudian, dikomersialisasai di badan usaha akademik UB.

"Proses ini memang ribet, bahkan banyak hasil riset yang sudah diminta produksi massal belum bisa dilakukan karena ribet begini. Namun, kalau ini bisa lancar dan berhasil, kami akan terus lanjutkan tanpa harus mengubah status menjadi perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH). Sebab, saat ini status UB masih badan layanan umum (PTN BLU)," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement