Jumat 22 Dec 2017 09:25 WIB

Argumentasi Penambahan Dana Riset Dinilai Belum Cukup Kuat

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan penelitian lokasi crop circle di Jogotirto, Berbah, Sleman, Selasa (25/1).
Foto: Antara
Petugas Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan penelitian lokasi crop circle di Jogotirto, Berbah, Sleman, Selasa (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ferdiansyah menyatakan, argumentasi penambahan dana untuk kepentingan riset dinilai belum cukup kuat. Sebab menurut dia, arah perencanaan riset saat ini belum dipetakan sesuai kebutuhan bangsa.

 "Ketika kita ingin menaikkan juga ya alasannya harus jelas dong? Seringkali alasannya masih kurang. Misalnya, dana riset itu dimanfaatkan atau diaplikasikan seperti apa?" ungkap Ferdiansyah kepada Republika.co.id, Kamis (21/12).

 

Selama ini pun, kata dia, pembahasan dana riset yang dilakukan oleh DPR berdasar pada pengajuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sehingga, jika ada desakan untuk menaikkan anggaran riset DPR perlu menelaah dan mengkaji secara detil.

 

"Dengan kata lain, riset itu ya harus sesuai dengan kebutuhan bangsa. Jadi kami bukan hanya memikirkan besar kecilnya saja (dana riset), tapi seberapa besar pemanfaatan riset itu. Sudah tahu dana minim, buatlah riset yang bermanfaat, yang berdampak. Jangan ngeluh, dan riset kecil, ya memang anggaran terbatas," kata Ferdiansyah.

 

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto menyebutkan, hingga kini dana riset sangat minim, atau tetap bertahan dengan prosentase 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Minimnya dana riset menyebabkan Indonesia semakin tertinggal dalam hal penelitian.

 

"Dana penelitian secara keseluruhan yang masih minim, hanya 0,25 persen. Jadi memang kita sekarang merasa kekurangan. Apalagi riset yang terkait dengan teknologi masih kurang," ujar Bambang di Auditorium LIPI, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (20/12).

 

Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menyebut, riset nasional memiliki resiko duplikasi riset antarlembaga penelitian. Karena menurut dia, dana riset Nasional senilai Rp 23 triliun yang setara dengan 15 ribu penelitian itu dibagikan untuk sejumlah kementerian dan lembaga pemerintahan non kementerian (LPNK).

 

"Anggaran yang ada, dibagikan kepada sejumlah lembaga. Persoalannya sekarang, riset-riset yang dibuat oleh satu lembaga dengan lembaga lainnya itu bisa jadi ada kesamaan, itu perlu diperhatikan," kata Anang.

Anang mengakui, dana riset nasional 2018 masih sangat minim, meskipun sebenarnya mengalami peningkatan dibanding tahun 2017. Tetapi, koreksi terhadap penyelenggaraan penelitian di Indonesia juga harus dilakukan.

 

Dia menegaskan, mindset penyelenggara penelitian harus diubah agar tidak sekadar penelitian yang hanya menghabiskan anggaran. Namun harus berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan inovasi pengetahuan.

 

"Jangan hanya fokus pada dana riset yang minim. Namun riset yang dihasilkan harus benar-benar berorientasi pada inovasi pengetahun untuk kemajuan bangsa," kata Anang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement