Kamis 16 Nov 2017 18:29 WIB

FH UGM Dorong Kebijakan Berorientasi Kesejahteraan

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Universitas Gadjah Mada
Foto: en.wikipedia.org
Universitas Gadjah Mada

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Budiadi, memberikan dukungan percepatan implementasi kebijakan berorientasi kesejahteraan masyarakat. Termasuk, pembangunan dari pinggiran dengan mempertimbangkan kelestarian dan keberlanjutan fungsi hutan.

"Alokasi untuk implementasi program harus ditetapkan dengan prinsip kehati-hatian melalui proses partisipatif dan mempertimbangkan ragam kondisi biofisik dan sosial," kata Budi dalam sidang terbuka Dies Natalis FK UGM ke-54 di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (16/11).

Ia menilai, itu perlu dilakukan untuk meminimalisir timbulnya beragam persoalan yang mungkin muncul di masa depan. Dengan prinsip-prinsip itu, diharapkan tidak menimbulkan masalah sosial dan lingkungan yang semakin kompleks, sehingga perlu evaluasi terhadap pola pemanfaatan ruang dan regulasi terkait.

Ini dirasa penting agar penentuan lokasi alokasi lahan untuk pembangunan di masa yang akan datang tidak memberikan tekanan yang berlebihan terhadap keberlangsungan fungsi ekonsistem hutam. Selain itu, perlu untuk membangun formulasi sistem monitoring pembangunan meliputi proses ekosistem dan necara sumber daya laam.

"Percepatan pengentasan kemiskinan dengan skenario perhutanan sosial tidak boleh dibenturkan dengan mengorbankan fungsi perlindungan ekosistem hutan," ujar Budi.

Ia melihat, pengarusutamaan konsep membangun dari pinggiran untuk kemakmuran masyarakat dan memperkuat fungsi hutan perlu didorong dengan Gerakan Nasional Kehutanan Sosial. Langkah itu dapat dilakukan melalui sinergi dalam percepatan pembangunan infrastruktur, pembangunan desa, reformasi agraria dan restorasi gambut.

Senada, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementeiran Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno menyampaikan, perhutanan sosial terbukti mampu menggerakan perekonomian masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Menurut Wiratno, itu dapat dilihat di Kulonprogo.

"Contoh nyatanya adalah Hutan Kemasyarakatan Kulonprogo atau yang lebih dikenal sebagai Dewa Wisata Kalibiru," kata Wiratno saat memberi orasi ilmiah berjudul Perebutan Ruang Kelola: Refleksi Perjuangan dan Masa Depan Perhutanan Sosial di Indonesia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement