Selasa 06 Jun 2017 15:16 WIB

Mahasiswa UGM Ciptakan Aplikasi Bantuternak

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Peternakan sapi (ilustrasi)
Foto: Antara
Peternakan sapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Mahasiswa UGM berhasil mengembangkan aplikasi investasi sosial berbasis peternakan yang dinamai Bantuternak. Aplikasi ini merupakan platform yang mempertemukan investor dengan peternak sapi.

Startup yang diprakarsai Ray Rezky Ananda (Fakultas Peternakan), Hanifah Nisrina (Fakultas Kedokteran Hewan), serta Ayub dan Fata (Fakultas Teknik) melalui ajang innovative Academy 3 UGM ini dikembangkan untuk membantu peternak sapi mendapatkan modal beternak. Pengembangan usaha ini berawal dari keprihatinan mereka terhadap kondisi peternakan Indonesia khususnya peternakan sapi yang semakin mengkhawatirkan.

“Jumlah peternak semakin menurun, salah satunya karena peternak sulit memperoleh modal untuk membeli anakan sapi,” kata CEO Bantuternak Ray Rezky, kemarin. Dengan adanya ketidakseimbangan pasokan daging, kondisi ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor sapi dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan daging sapi nasional.

Sekarang Indonesia masih mengimpor 30 persen daging sapi. Bahkan pada 2016 tercatat Indonesia harus mengeluarkan anggaran satu triliun rupiah untuk impor sapi. Melihat kondisi ini, Ray bersama ketiga rekannya berinisiatif mengembangkan bisnis sosial berbasis teknologi untuk membantu peternak.

Selain itu juga ke depannya aplikasi ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurangi impor daging sapi. “Selain bisa mendapat keuntungan, berinvestasi di Bantuternak juga membantu mensejahterakan peternak karena melibatkan dan memberdayakan masyarakat bawah,” paparnya.

Investasi Bantuternak bekerja dengan memberikan satu sapi setiap ada investor masuk. Adapun investasi yang ditawarkan mulai dari nominal Rp 10 ribu sampai dengan tujuh juta rupiah dengan masa investasi jangka pendek selama lima bulan.

Nantinya, satu sapi dengan paket harga Rp 12 juta termasuk pakan dan vaksinasi akan dipelihara peternak selama lima bulan untuk kemudian dijual kembali. Hasil dan keuntungan penjualan akan dibagi kepada investor, peternak, dan tim manajemen Bantuternak. Bentuk bagi hasilnya dengan persentase 70 persen peternak, 20 persen investor, dan 10 persen tim manajemen bantuternak.

Hanifah menambahkan, melalui aplikasi Bantuternak para investor tidak hanya bisa melihat profil dan memilih peternak, tapi juga dapat memantu perkembangan ternaknya. Terdapat laporan mingguan yang memaparkan kondisi ternak, baik status kesehatan, berat badan, pakan, vaksin, dan estimasi harga jual.

Aplikasi yang baru dirilis di playstore pada akhir Mei 2017 ini telah diunduh tidak kurang dari 300 orang. Bahkan saat ini sudah menggandeng 30 investor dan melibatkan 15 peternak sapi di Dusun Plemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

“Sekarang melalui aplikasi ini kami sudah bisa membantu satu peternak. Semoga kedepan bisa bisa bejalan secara bekelanjutan untuk mendukung program swasembada daging nasional 2020 dan meningkatkan perekonomian peternak desa secara mandiri,” kata Hanifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement