Rabu 14 Sep 2016 16:08 WIB

UHAMKA Jadi Pionir Pendidikan Berbasis Neurosains

Rektor Uhamkan Prof Dr Suyatno
Rektor Uhamkan Prof Dr Suyatno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi pembelajaran yang diberikan tenaga pendidik merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan keberhasilan sebuah proses belajar-mengajar. Untuk mendorong proses pembelajaran lebih optimal, Univeritas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) mulai mendorong penerapan strategi pembelajaran berbasis neurosains.

Rektor Uhamka Prof Dr Suyatno M.Pd mengatakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan ialah dengan terus berinovasi melalui strategi pembelajaran.

Untuk bisa mencapai hal tersebut, tenaga pendidik sebagai tonggak dalam pendidikan di sekolah atau universitas perlu memahami prinsip pembelajaran yang dapat memadukan antara potensi anak, lingkungan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. "Semua itu berpangkal dari otak kita," ujar Suyatno saat ditemui di Uhamka, Pasar Rebo.

Suyatno mengatakan temuan Pusat Neurosains Uhamka menunjukkan bahwa pemahaman akan fungsi otak dapat membantu upaya optimalisasi sistem pembelajaran baik di sekolah hingga universitas. Ilmu neurosains ini, lanjut Suyatno, dapat menjadi dasar dari strategi pembelajaran baru yang mampu menyeimbangkan fungsi otak kanan dan juga kiri dalam proses pembelajaran.

Direktur Pusat Neurosains Uhamka dr Rizki Edmi Edison Ph.D mengatakan tiap tenaga pendidik memiliki cara tersendiri untuk mengembangkan metode ataupun strategi pembelajaran. Sayangnya, kebanyakan metode yang diterapkan oleh pendidik ketika menyampaikan pelajaran tidak diiringi dengan pemahaman akan cara kerja otak manusia.

Salah satu contoh paling mudah ialah terkait waktu pembelajaran. Di kampus misalnya, Edmi mengatakan matau kuliah 1 sks memiliki waktu pembelajaran selama 50 menit. Biasanya, proses pembelajaran ini umumnya diisi dengan ceramah atau penyampaian satu arah dari pendidik. "Itu tidak ada gunanya. Otak yang mengalami keletihan bukan hanya pembicara saja, tapi audiens. Hanya 20 menit pertama betul-betul optimal" ungkap Edmi.

Hasil penelitian lanjut Edmi, menunjukkan bahwa waktu paling optimal bagi otak manusia untuk fokus dalam menerima informasi ialah 20 menit saja. Jika siswa atau mahasiswa 'dipaksa' untuk terus mendengarkan selama 50 menit maka hasil pembelajaran yang akan dicapai tidak akan optimal karena otak para siswa atau mahasiswa sudah lebih sulit untuk menangkap materi yang disampaikan.

Oleh karena itu, Edmi mengatakan salah satu strategi pembelajaran berbasis neurosains yang ia terapkan di kelasnya ialah dengan memberikan jeda selama lima menit dalam setiap 20 menit proses pembelajaran.

Dan dalam tiap 20 menit, tambah Edmi, ia hanya akan menyampaikan satu tema saja agar materi yang disampaikan dapat lebih mudah menyerap dan dipahami oleh mahasiswa.

"Penerapan neurosains di bidang pengajaran ini intinya adalah murid. Jadi yang perlu dilakukan ialah memahami kerja otak murid dulu," kata Edmi

Adysha Citra R

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement