Selasa 08 Feb 2011 17:14 WIB

Ini Dia Kendala Program Satu Tahun Plus bagi Lulusan SMK

Rep: Ichsan Emrald Alamsy/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Program Tiga Plus Satu yang digulirkan Kementerian Pendidikan Nasional bagi peningkatan kualitas siswa SMK disambut baik para Kepala Sekolah SMK. Menurut Kepala Sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional SMKN 48 Jakarta, Waluyo Hadi, program tersebut bukan tidak memiliki kendala.

Menurutnya, masalah utama dari program tersebut tidak hanya terbatas pada sarana dan prasarana, tapi di pengajar satu tahun plus tersebut. Untuk saat ini guru yang ada belum memenuhi kualifikasi yang ada untuk mengajar pendalaman satu tahun itu. "Jangankan untuk program Tiga Plus Satu, untuk kualifikasi sebagai RSBI, bahwa 30 persen pengajar harus lulusan S2 belum terpenuhi. Saat ini di sekolah kami baru menyampai 5 persen," ungkapnya ketika ditemui Republika, Selasa (8/2).

Untuk mengatasi hal ini, setahun ke depan kampus induk akan menyediakan dosen bantu ke sekolah tersebut. Kemudian untuk tahap selanjutnya guru-guru akan mendapat pelatihan dan beasiswa S2 dari kampus induk. "Akan ada upgrading guru, kalau guru harus S2 pakai biaya sendiri tampaknya cukup berat,’" ungkapnya.

Masalah lainnya dan menurut Waluyo ini masalah yang pasti akan dihadapi oleh kebanyakan SMK ialah, beban biaya yang akan bertambah bagi orangtua siswa. Menurutnya siswa SMK, baik di SMK 48 ataupun SMK lainnya kebanyakan berasal dari kalangan menengah bawah.

Jadi untuk membantu perekonomian keluarga biasanya mereka begitu lulus akan langsung bekerja. "Di sekolah kami dari 290 siswa, hanya 5-10 persen yang lanjut kuliah, 40 persen langsung ditarik mitra industri sisanya langsung mencari kerja," ungkapnya.

Meski saat ini belum dibicarakan soal biaya, akan tetapi biaya hidup siswa pasti bertambah, misal untuk ongkos ke sekolah atau jika ada pelatihan di kampus induk. "Diharapkan saat terealisasi siswa bisa disubsidi misal gratis pendidikan, agar tidak membebani orangtuanya. Atau memperbanyak beasiswa bagi SMK yang saat ini masih minim," ungkapnya.

Bagi siswa SMK sendiri, seperti Farisa (16 tahun) dan Reza (16 tahun) siswa SMK swasta Yapinda di Jakarta Selatan, mereka amat setuju jika ada program macam seperti itu. Pasalnya selama ini siswa SMK meski memiliki keterampilan, tetapi gajinya masih dibawah lulusan politeknik. "Kalau setara Diploma Satu sih mau aja," ucap Farisa dan Reza saat diwawancarai Republika, Selasa (7/2).

Tetapi bagi Farisa apakah ini hanya untuk sekolah kejuruan tertentu atau tidak, misalnya hanya untuk RSBI atau negeri saja. Ia berharap sekolah kejuruan swasta pun bisa melakukannya.

Akan tetapi yang paling penting menurut Farisa ialah  program itu harus gratis atau tpaling tidak biayanya dibawah pendidikan Politeknis biasa. Pasalnya kalau biayanya hampir sama, ia lebih memilih untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri.  "kalau gratis mau deh," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement