Jumat 27 Jul 2012 13:49 WIB

Pelanggaran PPBD di Jabar Dilaporkan ke Kejaksaan dan Ombudsman

Rep: riga nurul iman/ Red: Taufik Rachman
suasana penerimaan siswa baru
Foto: amin madani
suasana penerimaan siswa baru

REPUBLIKA.CO.ID,SUKABUMI—Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Jabar akan melaporkan pelanggaran dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) ke Kejaksaan dan Komisi Ombudsman.

Hal ini terpaksa dilakukan karena pelanggaran yang dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik) dan sejumlah Kepala Sekolah Negeri di beberapa kota/kabupaten se Jabar merugikan sekolah swasta.

‘’Langkah hukum harus diambil karena pelanggaran rutin terjadi setiap tahunnya,’’ terang Wakil Ketua BMPS Jabar sekaligus Ketua BMPS Kota Sukabumi, Endang Imam, Jumat (27/7).

Dari data yang dihimpun ada sekitar 16 kota/kabupaten se Jabar yang melaporkan adanya pelanggaran dalam proses PPDB. Daerah tersebut antara lain Kota Sukabumi, Kota Depok, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Purwakarta.

Laporan ke kejaksaan dan Ombudsman, terang Endang, terkait adanya dugaan tindak pidana dan pelanggaran administrasi dalam pelaksanaan PPDB. Misalnya ada dugaan penyuapan agar calon siswa bisa masuk di sekolah negeri favorit.

Dampaknya, banyak sekolah negeri yang menampung siswa melebihi dari kuota yang ditetapkan pemerintah. Seperti terjadi di SMAN 1 Sukabumi yang menerima siswa lebih dari kuota yaitu sekitar 490 orang murid baru (13 hingga 14 kelas). Padahal, kuota yang ditetapkan dalam ketentuan hanya sembilan kelas (324 murid).

Ketentuan kuota siswa baru di Kota Sukabumi tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Walikota Nomor 133 Tahun 2012. Sehingga, ujar Endang, bisa dikatakan Disdik dan sekolah negeri dianggap telah melecehkan SK Wali Kota tersebut.

Selain melanggar SK Walikota, Disdik dan sejumlah sekolah negeri juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Jo PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Di mana dalam aturan itu disebutkan adanya pembatasan dalam penerimaan rombongan belajar (kelas) dan diutamakan untuk siswa yang tinggal di dekat sekolah.

Pelanggaran tersebut, kata Endang, berdampak negatif terhadap keberadaan sekolah swasta. Sejumlah swasta kekurangan murid dan bahkan ada yang tutup seperti di SMA PGRI 2 Sukabumi.

Akibat lainnya sambung Endang, banyak guru yang terancam dicabut sertifikasinya karena tidak bisa mengajar selama 24 jam. Fakta ini merugikan para guru swasta yang sudah lama mengabdi di dunia pendidikan.

Oleh karenanya, BMPS menuntut keadilan dan penegakan aturan secara tegas. ‘’Rencananya tim akan mendaftarkan laporan ke kejaksaan dan ombudsman pada Senin (30/7) atau Selasa (31/7) depan,’’ cetus Endang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement