Kamis 12 Jun 2014 10:36 WIB

Ini Alasan Polisi Ikut Berpolitik

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Muhammad Hafil
Bambang Widodo Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Netralitas polisi dalam politik praktis di Indonesia sudah diatur UU No 2 Tahun 2002 khususnya pasal 28. Polisi diminta tidak ikut campur dalam perpolitikan nasional dan tugasnya hanya mengamankan jalannya Pilpres 2014.

Namun, beberapa kejadian pertemuan antara pejabat tinggi Polri dengan salah satu tim sukses capres cawapres menyulut pertanyaan terkait netralitas polisi tersebut.

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, ikut campur polisi dalam politik nasional sudah tertanam sejak pendidikannya sebagai anggota polisi.

Menurut Bambang, diawali dengan asal-usul Polri yang dahulu masih bergabung dengan ABRI (sekarang TNI). ABRI ketika itu digunakan sebagai alat stabilisasi pemerintah dan polisi masuk di dalamnya.

Polisi yang akan mengambil pendidikan tinggi kemiliteran diajarkan di dalamnya mengenai ilmu sosial politik. ''Hingga kini, polisi-polisi (yang dulu pernah ikut pendidikan) masih tertanam di dalamnya politik, apalagi dahulu ABRI kan memiliki dwifungsi dan ikut dalam politik praktis,'' kata dia, Kamis (12/6). 

Akar selanjutnya ialah, organisasi polisi yang masih di bawah presiden. Bambang menjelaskan, dalam konteks ini, polisi seharusnya menjadi alat negara yang menjaga keamanan. Dan seharusnya berada di bawah kementerian. ''Seharusnya bukan di bawah presiden tapi di bawah menteri,'' kata dia.

Masalahnya, presiden merupakan jabatan politik seseorang di dalam pemerintahan. Jika polisi masih di bawah presiden sangat mudah untuk dipolitisasi. 

Sebagai contoh, jika salah satu capres yang menang tentu dia akan memilih Kapolri yang dekat dengannya. Dalam hal ini, sejumlah pejabat Polri akan mendekati partai politik tertentu untuk mencari dukungan menjadi Kapolri.

''Jadi pilihannya bukan atas dasar profesionalitas, tapi sudah politis,'' kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement