Jumat 11 Jul 2014 08:23 WIB

Salahkan KPU Jika Prabowo Menang, Pernyataan Burhanuddin Muhtadi Bisa Picu Konflik

Burhanuddin Muhtadi
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Burhanuddin Muhtadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi yang menyatakan hasil surveinya yang paling benar dan jika berbeda dengan hasil KPU maka KPU yang salah dinilai tidak tepat. Burhanuddin telah merusak upaya KPU yang telah bersusah payah membangun kepercayaan di hadapan masyarakat.

"Pernyataan Burhanuddin itu merusak KPU, KPU kan sudah bersusah payah membangun kepercayaan. Kalau gitu bubarkan saja KPU, biar saja penyelenggara pemilunya adalah lembaga survei," sindir Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago kepada Republika, Jumat (11/7) pagi.

Menurut Pangi, bagaimanapun KPU adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan pemilu dan pilpres. Hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU merupakan yang sah dan diakui negara. KPU merupakan lembaga negara yang independen dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun.

Seperti diketahui, berbicara kepada sejumlah media, Burhanuddin Muhtadi, yakin benar dengan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaganya. Indikator menunjukkan kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan 52,95 persen, sementara Prabowo-Hatta hanya mendapat 47,05 persen. Terlebih lagi, lanjut dia, banyak lembaga survei lain seperti Indikator, SMRC, dan Cyrus yang juga menunjukkan hasil serupa.

"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan di Jakarta, Kamis (10/7).

Menurut Pangi, pernyataan Burhanuddin itu justru bisa memicu konflik. Karena, jika memang ternyata hasil penghitungan nyata KPU memenangkan Prabowo-Hatta, pendukung Jokowi-JK yang sudah telanjur mempercayai Burhanuddin akan marah dan menganggap KPU telah curang. "Sehingga ini bisa memicu konflik dan kekrisuhan politik," kata Pangi yang merupakan staf pengajar di FISIP UIN Syarif Hidayatullah tersebut.

Padahal, jika dihitung dari hasil quick count lembaga survey yang memenangkan Jokowi-JK, termasuk Indikator Politik Indonesia yang dipimpin Burhanuddin, Pangi justru meragukan hasil tersebut. Karena, dengan tingkat kesalahan atau margin error satu persen, tidak mungkin jika masing-masing lembaga berbeda dan terpaut jauh dalam menghitung hasil quick count tersebut.

"Saya meragukan quick count yang memenangkan Jokowi seperti LSI, CSIS-Cyrus Newtwork, SMRC, Litbang Kompas, Indikator Politik dan RRI. Masing-masing selisih menurut quick count  tersebut, Prabowo-Hatta memperoleh kisaran 48 persen dan Jokowi-JK meraih 52 persen," kata Pangi.

Namun, Pangi lebih mempercayai salah satu lembaga survey yang memenangkan Jokowi-JK lainnya, yakni Populi Center di mana hasil quick qount menunjukkan perbedaan tipis. Yakni, pasangan nomor urut satu Prabowo-Hatta meraih 49,06 persen dan Jokowi-JK 50,94 persen.  

"Selisihnya tidak terlalu jauh alias tipis satu persen. Nah, yang jadi pertanyaan retorisnya kenapa hasilnya bisa terpaut jauh antara Populi Center dan lembaga-lembaga yang memenangkan Jokowi-JK lainnya," kata Pangi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement