Jumat 22 Aug 2014 12:48 WIB

Koalisi Merah Putih Harus Serius Jika Memilih Oposisi

Koalisi Merah Putih menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi di Jakarta Kamis (21/8)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Koalisi Merah Putih menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi di Jakarta Kamis (21/8)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Akademisi Universitas Lampung Dedi Hermawan mengatakan keinginan Koalisi Merah Putih menjadi oposisi harus diseriusi, dan tentu berada di jalur yang benar. "Kalau Koalisi Merah Putih konsisten dan serius dengan pernyataan mereka untuk menjadi oposisi, ini baik bagi demokrasi Indonesia," kata dia, di Bandarlampung, Jumat (22/8).

Menurut dia, kekuatan Koalisi Merah Putih yang nyaris 50 persen dari perolehan suara di parlemen, dapat menjadi kekuatan yang dahsyat untuk menyeimbangkan dan mengkoreksi dominasi kekuasaan pemerintah. Hal itu berbeda dengan sikap oposisi yang dilakukan oleh PDI Perjuangan pada era kepemimpinan SBY, yang cenderung kecil dalam kekuatan di parlemen, karena mayoritas dikuasai partai pendukung pemerintahan SBY.

"Waktu itu oposisinya masih setengah-setengah, selain tidak imbang juga terkadang dicemari dengan politik transaksional," kata dia.

Dedi berpendapat, hendaknya oposisi yang dibangun Koalisi Merah Putih dapat berkiblat pada oposisi di Amerika Serikat, yang betul-betul menjadi penyeimbang dan pengawas kebijakan pemerintah. Tentunya, lanjut dia, dengan catatan tidak terjadi perpecahan di koalisi Merah Putih selama lima tahun perjalanan pemerintahan Jokowi-JK.

"Dengan catatan Partai Demokrat, PAN, dan Golkar tidak jadi mundur ya, kalau mereka keluar dari koalisi ya sama saja," kata dia.

Komposisi perolehan suara Koalisi Merah Putih di parlemen masih dominan, jauh lebih banyak dibandingkan koalisi yang bergabung bersama Jokowi-JK, diharapkan bisa membuat mekanisme "check and balance" berjalan efetif. Metode check and balance" yang efektif tersebut, menurut Dedi, dapat menjaga kebijakan anggaran agar ideal dijalankan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.

Dia juga berharap kekuatan oposisi yang besar tersebut tidak disalahartikan oleh masyarakat sebagai sarana untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, sekaligus menggagalkan kebijakan mereka. "Ini adalah hal yang lumrah dalam demokrasi, karena oposisi yang dijalankan berada di dalam koridor konstitusi, ini babak baru dalam demokrasi di Indonesia," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement