Rabu 16 Jul 2014 21:12 WIB

Ahli Matematika Sebut SMRC-LSI Memanipulasi Data 'Quick Count'

Rep: c87/ Red: Mansyur Faqih
Direktur Riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menjadi pembica dalama konfernsi pers lembaga-lembaga penyelenggara Quick Count Pilpres 2014 di Hotel Century, Jakarta, Kamis (10/7).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Direktur Riset Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menjadi pembica dalama konfernsi pers lembaga-lembaga penyelenggara Quick Count Pilpres 2014 di Hotel Century, Jakarta, Kamis (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang join dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) diduga memanipulasi data hasil quick count pilpres 2014. SMRC-LSI memenangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan perolehan 52 persen banding 47 persen Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Pakar matematika dan teknologi informasi (TI), Tras Rustamaji menemukan kejanggalan dalam hasil hitung cepat SMRC-LSI melalui analisis grafik kurva stabilitas.

Tras mengatakan kejanggalan tersebut dimulai tak lama sebelum Jokowi-JK mendeklarasikan kemenangan. 

Menurutnya, pada perhitungan awal quick count SMRC-LSI sejak pukul 11.30 WIB sampai dengan 13.05 terlihat wajar dengan posisi perolehan suara Prabowo-Hatta 52,94 persen dan Jokowi-JK 47,06 persen. Data yang masuk saat itu sebanyak 13,78 persen. 

"Namun, tiba-tiba hasil itu berbanding terbalik pada pukul 13.19 WIB hanya dalam waktu 14 menit saja," kata Tras di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (16/7).

Jokowi-JK, katanya, mengalami kenaikan pesat sebesar 5,64 persen menjadi 52,7 persen. Sedangkan posisi Prabowo-Hatta menjadi terbalik 180 derajat.

"Perolehan suara Prabowo-Hatta turun drastis sebesar 5,64 persen menjadi 47,3 persen. Padahal data baru yang masuk hanya bertambah 3,87 persen," kata pria yang pernah mewakili Indonesia di ajang Olimpiade Matematika di Jerman tersebut.

Menurut Tras, secara matematis hal tersebut bisa saja terjadi. Namun secara praktik tidak mungkin. Karena untuk menghasilkan perubahan drastis itu, maka dari 156 TPS yang baru masuk dalam 14 menit, dibutuhkan suara baru per TPS rata-rata minimal 73 persen untuk Jokowi-JK. 

"Hal tersebut sangat tidak mungkin bila didapatkan jika menggunakan pemasukan data secara random," imbuhnya.

Pertanyaannya, kata dia, apakah mungkin 156 TPS semuanya mengikuti 73 persen untuk Jokowi dan 27 persen buat Prabowo? "Saya jawab tidak mungkin, karena provinsi yang memenuhi (lebih dari 73 persen) hanya Bali dan Sulawesi Barat," kata Tras. 

Kejanggalan pada quick count SMRC-LSI tersebut, dinilai telah menyalahi kaidah ilmu statistik yang merupakan bagian dari ilmu matematika.

"Maka saya menyimpulkan, telah terjadi manipulasi hasil quick count pilpres 2014 oleh SMRC-LSI," tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement